Kompas TV olahraga kompas sport

Ini Berbagai Momen 'Drop The Mic' Komentator Sepakbola Dunia yang Jarang Diketahui

Kompas.tv - 15 April 2021, 07:30 WIB
ini-berbagai-momen-drop-the-mic-komentator-sepakbola-dunia-yang-jarang-diketahui
Ilustrarsi komentator sepakbola. (Sumber: Twitter/BBCpress via Hai.grid.id)
Penulis : Eddward S Kennedy

SOLO, KOMPAS.TV - Komentator sepakbola adalah profesi yang merepotkan. Ia seperti berada di antara, in between. Tapi, seringkali, seorang komentator kelewat percaya diri sehingga menimbulkan keresahan di kalangan pecinta sepakbola.

Seorang komentator sepakbola dituntut harus menghibur, sekaligus berkelas dengan pengetahuannya. Wajib memiliki imajinasi yang luwes dalam melontarkan kalimat, tapi juga harus pandai mengerem emosinya. 

Jika tidak memiliki hal-hal tersebut, atau hanya memiliki salah satu kelebihan saja, seorang komentator sepakbola, nyaris pasti, akan sering kena damprat para penonton setianya.

Berikut beberapa “drop the mic moments” dalam sejarah komentator sepakbola yang telah Kompas TV rangkum dari UEFA.

“Itulah Hidup, Kawanku!”

Usai Portugal memastikan diri sebagai juara Eropa untuk pertama kalinya setelah mengalahkan Perancis 1-0, dua orang penyiar radio Antena 1 di negara tersebut, Nuno Matos dan Alexandre Afonso, mengatakan: “Orang-orang Perancis harus memaafkan kami, tapi itulah hidup, kawanku!” 

“...c'est la vie, mon ami!” kata mereka.

“Kami akan Minum Wiski Sampai Subuh!”

Milorad Djurkovi , komentator Montenegro, punya caranya sendiri untuk merayakan kemenangan Yugoslavia atas Spanyol di babak 16 besar Piala Dunia 1990.

“Beberapa rekan saya menulis bahwa (pelatih Yugoslavia) Ivica Osim akan minum 11 botol wiski. Saya akan bergabung dengannya malam ini dan kita akan minum bersama. Sampai subuh."

“Oh, Zinedine!”

Tak mungkin ada yang lupa dengan tandukan Zinedine Zidane ke dada Marco Materazzi di final Piala Dunia 2006. Thierry Gilardi, komentator TF1 di Perancis, mengomentari kejadian tersebut dengan kalimat pedih yang menyesakkan.

"Oh Zinedine, jangan yang ini. Jangan yang ini, Zinédine, bukan ini. Oh, tidak, bukan ini. Tidak hari ini. Tidak sekarang. Tidak setelah apa yang telah kamu berikan (kepada kami).”

“Kemarilah, Pria Kecilku!”

Usai Luis Fernandez sukses menjadi algojo penentu lolosnya Perancis di babak adu penalti kontra Brazil di perempatfinal Piala Dunia 1986, komentator TF1, Thierry Roland, meneriakkan namanya dengan begitu syahdu.

“Kemarilah, pria kecilku. Yes! Yes! Yes! Yes!”

Karena ucapan legendaris itu, hingga kini, di usia 61 tahun, Fernandez masih dikenal sebagai Mon Petit Bonhomme atau My Little Man.

“Ternyata Tayangan Ulang, Saya Minta Maaf!”

Paul Grant, komentator sepakbola di Gibraltar, terlalu bersemangat ketika negaranya menghadapi Estonia pada Mei 2014. Saking bersemangatnya, dia sampai lupa kalau...

“Aksi menawan dari Walker, Gibraltar memiliki ruang tembak---ohhhhh melewati mistar gawang. Sedikit lagi skor akan jadi 1-0 untuk Gibraltar. Upaya luar biasa dari Kyle Casciaro! (Tiga menit kemudian) Peluang untuk Gibraltar, kembali aksi Kyle Casciaro... oh, ternyata tayangan ulang. Saya minta maaf!”

Kenyataan yang Lebih Indah dari Fiksi

Ketika akhirnya Slovakia menang 1-0 atas Polandia untuk kemudian lolos ke Piala Dunia 2010 di Afrika Selatan, komentator RTVS, Marcel Mer iak, menggemakan kalimat yang begitu puitik.

“Kenyataan bahkan lebih menawan dari mimpi yang indah”

“Aku akan Mencium Tanganmu!”

Komentator Turki, Ertem ener, begitu takjub dengan penampilan Rü tü Reçber penjaga gawang Besiktas kala mengalahkan Manchester United 1-0 di Liga Champions 2009. Sampai-sampai ia mengatakan:

"Bagus sekali, Rü tü! Aku akan mencium tanganmu, Rü tü! Aku akan menciummu di mana-mana. Aku akan menciummu di mana-mana. Aku akan menciummu di mana-mana." 

“DepresSION”

Ini mungkin sedikit kurang ajar, tapi tetap menarik. Usai Galatasaray mengalahkan FC Sion secara telak 4-1 di kandang mereka di babak kedua kualifikasi Liga Champions 1997/98, komentator Turki, Ümit Aktan, langsung berseloroh: 

“FC Sion akan dinamai 'depresSION' setelah malam ini.”

“Hai, Thatcher, Saya Punya Pesan untukmu”

Barangkali ini jadi salah satu komentar terpongah yang pernah diucapkan oleh seorang komentator. Gawatnya, yang mengucapkan ini “hanyalah” seorang komentator radio lokal di Norwegia bernama Bjørge Lilleilen, tak lama usai negaranya mengalahkan Inggris 2-1 saat kualifikasi Piala Dunia, 9 September 1981.

“Kami yang terbaik di dunia! Kami yang terbaik di dunia! Kami telah mengalahkan Inggris 2-1 di sepakbola! Ini sungguh sulit dipercaya! Kami telah mengalahkan Inggris! Inggris – tempat lahirnya para raksasa. Lord Nelson, Lord Beaverbrook, Sir Winston Churchill, Sir Anthony Eden, Clement Attlee, Henry Cooper, Lady Diana – kami mengalahkan mereka semua.

Maggie Thatcher, kamu bisa dengar saya? Saya punya pesan untukmu: Kami telah menendang Inggris keluar dari Piala Dunia. Maggie Thatcher, seperti yang mereka katakan dalam bahasamu, di sebuah pertandingan tinju di dalam bar sekitar Madison Square Garden di New York: anak buahmu kalah dengan menyakitkan!”




Sumber : Kompas TV




BERITA LAINNYA



FOLLOW US




Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.


VIDEO TERPOPULER

Close Ads x