Dalam status buronan, yang merugikan negara hingga 940 Miliar Rupiah. Kasus hak tagih alias Cessie Bank Bali, atas terpidana Djoko Tjandra menjadi pembicaraan. Menampar Lembaga Negara Republik Indonesia, dan mencoreng penegak hukumnya.
Betapa tidak, ia berstatus buronan, memiliki kewarganegaraan Papua Nugini sejak tahun 2012. Lalu 2020 masuk ke Indonesia di saat pandemi Corona awal Juni lalu, datang ke rumahnya, dan mengurus KTP Elektronik di Kelurahan Grogol Selatan, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan.
Selesai tak sampai 2 jam, ia bergegas ke Kantor Pelayanan Satu Atap Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Djoko Tjandra yang ditemani Penasihat Hukumnya, dari Anita Kolopaking and Partners, resmi mendaftarkan Peninjauan Kembali (PK) kasusnya.
Usai mengurus semuanya, Djoko Tjandra kembali ke luar negeri dengan sentosa.
Pertanyaannya kok bisa?
Tamparan untuk Lembaga Negara
Bagaimana dengan pihak Imigrasi, Kementerian Hukum dan HAM yang diakui, tidak mengetahui adanya perlintasan Djoko Tjandra di Bandara?
Lalu bagaimana pula dengan Kejaksaan Agung, yang lepas mengawasi dan seharusnya menjadi eksekutor utama setiap Narapidana?
Ada pula pertanyaan terkait lembaga lain, seperti Kementerian Luar Negeri yang tidak sama sekali mencium adanya gerak-gerik Djoko di dua negara, Malaysia dan Papua Nugini?
Bahkan terakhir, Djoko Tjandra dilaporkan berada di sebuah Rumah Sakit di Kuala Lumpur, Malaysia, karena sedang dalam perawatan.
Menjawab ini, dalam program AIMAN yang tayang setiap Senin malam pukul 8. Saya sengaja mendatangi Kantor Kelurahan Grogol Selatan, Jakarta Selatan. Dimana semua ini bermula!
Saat sang narapidana membuat KTP Elektronik atas nama Djoko Tjandra. Saya sengaja datang, saat sebelum pelayanan dibuka normal. Pelayanan dibuka normal pada pukul 7.30 WIB. Saya datang, persis 30 menit sebelum dibuka.
Kenapa?
Ekslusif di Program Aiman
Karena saya mendapat informasi, bahwa Djoko Tjandra datang ke Kelurahan ini untuk membuat KTP Elektronik, sebelum jam pelayanan dibuka. Hal ini sesuai dengan data dari Dirjen Kependudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil) Kemendagri, Zudan Arif Fakhrulloh yang menyatakan bahwa, jelas terekam dalam catatan server (peladen) Ditjen Dukcapil, bahwa biometri (Identitas iris mata, dan sejenisnya) dilakukan perekaman di Kelurahan Grogol Selatan, pada pukul 7.27 WIB. Artinya ia datang sebelum jam tersebut. Saya pastikan soal ini, eksklusif!
Benar saja, apa yang saya dapatkan. Sekitar pukul 7.10 WIB, ruang pelayanan di Kelurahan Grogol masih kosong. Petugas lainnya sudah datang, tetapi pelayanan belum dibuka. Salah seorang petugas pelayanan kemudian saya panggil, untuk saya tanyakan. Jam berapa biasa buka pelayanan, mas? Tanya saya. Jam setengah delapan, pak. Jawab lugas sang petugas.
Lalu saya kembali bertanya, masih ingat awal bulan Juni lalu, ada Pak Djoko Tjandra yang mengurus KTP baru di sini, jam berapa ia datang? tanya saya kembali. Jam 7.10! Jawab sang petugas. Saya tanya, kok bisa, mas?
Sang petugas lalu diam, dan akhirnya ketika saya bertanya kedua kali dengan pertanyaan yang sama, ia hanya menggelengkan kepala, tanda tak tahu. Saya bertanya kembali, anda ada yang menyuruh mas, untuk membuka lebih pagi? ia tak bersedia menjawab.
Kuat Indikasi Pelanggaran di Kelurahan, buat KTP Sang Joker
Lurah Grogol Selatan, Asep Subahan akhirnya dicopot. Hari minggu kemarin, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengungkapkan ada pelanggaran yang dilakukan sang Lurah.
"Laporan investigasi Inspektorat sudah selesai dan jelas terlihat bahwa yang bersangkutan telah melanggar prosedur penerbitan KTP-el tersebut. Ini fatal, tidak seharusnya terjadi. Yang bersangkutan telah dinonaktifkan dan akan dilakukan penyelidikan lebih jauh," ujar Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dalam keterangan tertulisnya, Minggu (12/7/2020).
Dari KTP-lah, semua bermula! Joker istilah yang kerap dikenakan kepada Terpidana kasus Hak Tagih setengah Triliun Djoko Tjandra, ia bisa membuat Paspor terbaru, keluaran bulan Juni 2020, hingga mendaftar sidang di Pengadilan.
Kegeraman Menkopolhukam Mahfud MD
Dengarkan, kegeraman Menkopolhukam Mahfud MD atas hal ini.
"Karena bagaimanapun malu negara ini kalau dipermainkan oleh Djoko Tjandra. Polisi kita yang hebat, masa tidak bisa nangkap, Kejaksaan Agung yang hebat masa tidak bisa nangkap," kata Mahfud.
Mahfud, lugas berkata, upaya menangkap Djoko Tjandra sesungguhnya merupakan masalah sepele. Dia juga menugasi Kemenkum HAM dan Kemendagri mendukung dalam hal dokumen kependudukan dan keimigrasian, sementara Istana dan KSP memberi dukungan dari instrumen administrasi yang diperlukan.
"itu kan soal sepele bagi Polisi maupun bagi Kejaksaan Agung kalau mau menangkap orang begitu, gitu gampang ngendusnya, sehingga kalau ndak bisa ya keterlaluan lah," tegas Mahfud.
Bagaimanapun juga semua ini harus tuntas dibongkar. Sedikit diungkap di atas, maka tampak dugaan kuat adanya pelanggaran. Tak boleh dibiarkan bagi semua lini, agar tak ada kecurigaan bagi para penegak hukum negeri ini.
Kami Cinta, karenanya kami tak rela!
Saya Aiman Witjaksono...
Salam!
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.