Severity: Notice
Message: Undefined property: stdClass::$iframe
Filename: libraries/Article_lib.php
Line Number: 238
Backtrace:
File: /var/www/html/frontendv2/application/libraries/Article_lib.php
Line: 238
Function: _error_handler
File: /var/www/html/frontendv2/application/controllers/Read.php
Line: 85
Function: gen_content_article
File: /var/www/html/frontendv2/index.php
Line: 314
Function: require_once
JAKARTA, KOMPAS.TV - Sebanyak 397 orang yang duduk di kursi komisaris Badan Usaha Milik Negara (BUMN) terindikasi rangkap jabatan.
Bahkan, terdapat pula 167 orang yang juga terindikasi hal yang sama duduk di kursi anak usaha.
Baca Juga: Erick Thohir Larang BUMN Ambil Proyek Bernilai Kecil, Terutama pada 8 Jenis Usaha Ini
Pernyataan itu diungkapkan Anggota Ombudsman Republik Indonesia, Alamsyah Saragih saat telekonferensi, Minggu (28/6/2020).
Temuan tersebut berdasarkan kajian yang dilakukan oleh Ombudsman pada 2019.
"Kenapa kami sebut terindikasi, karena seiring dengan waktu, karena ini data 2019, di tahun 2020 ini sebagian ada yang inaktif dan sebagian ada yang aktif. Itu nanti akan menjadi bagian dari konfirmasi kami ke Kementerian BUMN," ujar Alamsyah Minggu.
Menurut Alamsyah, mayoritas komisaris yang ditempaktan di BUMN tidak mampu menghasilkan hal yang signifikan.
Dari 142 BUMN yang bergerak di berbagai sektor di Indonesia, pendapatan negara yang disumbangkan dari perusahaan pelat merah ini hanya mencapai Rp 210 triliun.
"Namun, 76 persen dari pendapatan tersebut hanya disumbangkan dari 15 BUMN," tutur Alamsyah.
Ia menjelaskan bahwa para komisaris yang terindikasi rangkap jabatan itu berasal dari berbagai sektor, mulai dari aparatur sipil negara (ASN), TNI/Polri, akademisi, hingga simpatisan partai politik.
Padahal, Alamsyah melanjutkan, bila melihat dari regulasi yang ada, maka praktik rangkap jabatan tersebut tidak dibenarkan.
Baca Juga: Erick Thohir Beri Tips agar Jabatan Direksi di Perusahaan BUMN Tetap Aman
Di samping itu, kata Alamsyah, rangkap jabatan juga berpotensi menimbulkan ketidakpastian di dalam proses rekruitmen, pengabaian etika, dan konflik kepentingan.
"Itu yang menjadi concern kami. Jadi lebih pada ingin melihat sepertinya kita harus sungguh-sungguh, pemerintah harus selesaikan masalah benturan regulasi," kata Alamsyah.
Terlebih, Alamsyah menambahkan, rangkap jabatan komisaris di BUMN itu akan memperburuk tata kelola dan mengganggu pelayanan publik yang diselenggarakan oleh BUMN.
Sehingga itulah akibat dari jika hal yang sifatnya etik, akuntabilitas, dan double payment itu dibiarkan.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.