Severity: Notice
Message: Undefined property: stdClass::$iframe
Filename: libraries/Article_lib.php
Line Number: 241
Backtrace:
File: /var/www/html/frontendv2/application/libraries/Article_lib.php
Line: 241
Function: _error_handler
File: /var/www/html/frontendv2/application/controllers/Read.php
Line: 85
Function: gen_content_article
File: /var/www/html/frontendv2/index.php
Line: 314
Function: require_once
JAKARTA, KOMPAS.TV - Rancangan undang-undang ketahanan keluarga masih dikritik publik.
Semakin hari, semakin terbuka, begitu banyak pasal dalam rancangan undang-undang itu yang terlalu ikut campur urusan privat dan rumah tangga.
Setelah Komisioner Ombudsman, dan Direktur YLBHI, yang bersuara menolak.
Kini adalah Komisioner Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan.
Sang Komisioner, Andy Yentriyani menilai hal-hal yang melandasi penyusunan RUU ketahanan keluarga tumpang tindih dengan urusan pribadi yang semestinya tak dicampuri negara.
Salah satu pengusul RUU Ketahanan Keluarga, Endang Maria Astuti, menarik diri.
Endang, politikus Partai Golkar, diminta menarik diri, oleh petinggi fraksinya, setelah melihat isi rancangan.
Endang menyatakan, ide awal perlunya undang-undang ketahanan keluarga, karena banyaknya kasus kekerasan rumah tangga.
Endang Maria Astuti, pengusul RUU Ketahanan Keluarga, anggota DPR Fraksi Golkar.
Banyak yang heran, karena RUU ini, bisa masuk menjadi Prioritas Prolegnas DPR 2020.
Padahal banyak yang protes terhadap isi RUU.
Menurut rencana, Badan Legislasi akan membentuk panitia kerja untuk meneliti kembali pasal-pasal dalam RUU Ketahanan Keluarga ini.
Yang dimaksud Achmad Baidlowi adalah pasal 25 ayat 1 yang mengatur istri wajib mengurus rumah tangga.
Dengan menjaga keutuhan keluarga dan memenuhi hak suami dan anak.
Ini sebagian saja pasal yang jadi perdebatan di RUU.
Ada lagi soal rumah tangga, yang sampai harus memisahkan anak perempuan dan laki-laki.
Seperti di pasal 33, yang menyatakan ruang tidur terpisah antara anak dan orangtua, serta anak perempuan dan laki-laki.
Perdebatan sudah terjadi di publik. tinggal DPR menyikapi, meneruskan seluruh pasal, atau membahasnya dengan lebih teliti.
Agar tak lagi menyatakan kecolongan seperti saat RUU ini masuk ke dalam program legislasi nasional 2020.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.