Severity: Notice
Message: Undefined property: stdClass::$iframe
Filename: libraries/Article_lib.php
Line Number: 241
Backtrace:
File: /var/www/html/frontendv2/application/libraries/Article_lib.php
Line: 241
Function: _error_handler
File: /var/www/html/frontendv2/application/controllers/Read.php
Line: 85
Function: gen_content_article
File: /var/www/html/frontendv2/index.php
Line: 314
Function: require_once
Disebabkan kemajuan digital, seorang pemuda daerah mampu merakit pesawat. Gara-gara digital pula, siswi SMP lompat dari lantai empat sebuah gedung, bunuh diri.
Perkembangan dunia digital yang begitu cepat dan masif memang bisa dilihat dari dua perspektif, bisa positif, bisa juga negatif. Ibarat senjata, digital sesungguhnya hanya alat.
Kemanfaatannya tergantung pada kepiawaian masing-masing menggunakannya. The man behind the gun, Haerul, pemuda asal Pallameang, Kecamatan Mattiro Sompe, Kabupaten Pinrang, Sulawesi Selatan, salah satu contoh cerita sukses.
Dengan belajar otodidak dari saluran media sosial, youtube, dia berhasil mewujudkan obsesinya. Dia merakit pesawat model Ultralight dari barang-barang bekas.
Sebaliknya, SN, siswi smp negeri 147 Ciracas, Jakarta Timur, menjadi kisah sedih. Perundungan yang diterimanya di media sosial diduga menjadi pemicunya melakukan bunuh diri.
SN tentu tidak sendiri. Sebuah penelitian menemukan, Generasi Z adalah generasi yang sering berhadapan dengan perilaku menekan, mempermalukan, mengancam, dan melecehkan seseorang melalui pesan di internet dan media sosial, baik sebagai korban maupun sebagai pelaku.
Persoalan lain yang tidak kalah besarnya bagi bangsa ini adalah perilaku kecanduan penggunaan digital yang sudah pada taraf mengganggu kesehatan, persoalan pencurian data pribadi, penyebaran konten pornografi, terorisme, hingga hoaks politik bernuansa sara yang merobek-robek persatuan anak bangsa.
Di banyak negara, menyadari sedemikian besarnya dampak dari perkembangan dunia digital tersebut, upaya literasi digital pun digencarkan.
Finlandia, Swedia, dan Belanda termasuk negara yang serius mengajarkan literasi digital sejak dini kepada masyarakatnya.
Konsep literasi digital ini pertama dilontarkan Paul Gilster tahun 1997. Dalam bukunya berjudul “Digital Literacy”. Gilster mendefinisikannya secara sederhana sebagai kemampuan untuk memahami dan menggunakan informasi dari beragam sumber digital.
Kita tentu berharap kepada pemerintah agar sungguh-sungguh memperhatikan persoalan ini. Berdasarkan data 2019, dari 268,2 juta total penduduk indonesia, paling tidak ada 150 juta pengguna internet, dan 130 juta pengguna media sosial.
Kepiawaian ratusan juta warga dalam menggunakan internet ini perlu segera dipastikan dan terus ditingkatkan.
Kita menghargai upaya pemerintah bersama DPR yang sudah mulai memberikan perhatian, misalnya, dengan mendorong secara bertahap dalam lima tahun ke depan agar pendidikan literasi digital bisa diimplementasikan dalam kegiatan belajar-mengajar di sekolah.
Namun, langkah itu belum cukup, pemerintah perlu segera mengundang semua pihak terkait menyusun peta jalan literasi digital yang sistematis dan terstruktur, lalu menyosialisasikan modulnya secara masif. Jangan sampai terlambat.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.