Kompas TV nasional humaniora

Cerita Kepunahan Harimau Jawa: Sengitnya Perburuan dan Rakusnya Pembabatan Hutan

Kompas.tv - 18 April 2025, 07:00 WIB
cerita-kepunahan-harimau-jawa-sengitnya-perburuan-dan-rakusnya-pembabatan-hutan
H Bartels. Sekelompok pria dan anak-anak berfoto bersama harimau yang dibunuh di Malingping, Banten pada bulan Mei 1941. (Sumber: Kompas.com)
Penulis : Iman Firdaus | Editor : Gading Persada

JAKARTA, KOMPAS.TV- Teka-teki keberadaan Harimau Jawa (Panthera tigris sondaica) sempat mencuat setelah Peneliti Pusat Riset Biosistematika dan Evolusi Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Wirdateti, mengungkapkan temuan sehelai rambut si raja hutan itu di pagar pembatas antara kebun rakyat dengan jalan desa Cipeundeuy, Sukabumi Selatan, Jawa Barat pada 2019 silam. 

Padahal sejak 1980-an, Union for Conservation of Nature (IUCN) sudah memasukkan ke dalam daftar merah. Penampakan terakhir Harimau Jawa terkonfirmasi di Meru Betiri Taman Nasional, Jawa Timur pada 1976. Sementara saat ini, hanya Harimau Sumatera (P. tigris sumatrae) yang masih tersisa di Indonesia.

Rambut Harimau Jawa yang ditemukan di Cipeundeuy itu, ditemukan oleh Kalih Reksasewu atas laporan Ripi Yanuar Fajar yang berpapasan dengan hewan mirip Harimau Jawa yang dikabarkan telah punah, pada malam hari 19 Agustus 2019. Ripi adalah seorang penduduk lokal yang berdomisili di desa Cipeundeuy, Sukabumi Selatan, Jawa Barat,” tutur Peneliti yang akrab disapa Teti dikutip dari lama BRIN.

Dari serangkaian analisis DNA komprehensif yang telah dilakukan, Teti dan tim menyimpulkan sampel rambut harimau yang ditemukan di Sukabumi Selatan adalah spesies Panthera tigris sondaica atau Harimau Jawa. Termasuk dalam kelompok yang sama dengan spesimen Harimau Jawa koleksi Museum Zoologicum Bogoriense (MZB) pada 1930. 

Baca Juga: Kejadian Langka, Harimau Sumatra Ikuti 40 Warga hingga Batas Kampung di Pasaman

Menurut Teti, keyakinan tersebut diperkuat oleh prosedur ilmiah lainnya yang telah dilakukan. Selain menemukan rambut, dari lokasi tersebut juga ditemukan bekas cakaran mirip harimau yang semakin menguatkan Teti untuk melakukan observasi lanjutan.

Namun, salah satu Majelis Perwalian Amanah Forum Konservasi Macan Tutul jawa (Formata) Hariyo T Wibisono mengungkapkan Harimau jawa tidak mungkin masih ada dengan kondisi ekologis saat ini.

"Tidak, tidak ada. Dia kan secara ekologis enggak mungkin, gak mungkin ada. Jawa ini hutannya sudah terlalu sempit (untuk Harimau jawa)," kata Hariyo di Bandung, Kamis (17/4/2025), terkait banyak laporan penampakan satwa yang dinyatakan punah sekitar 1980-an itu, dikutip dari Antara.

Satu ekor harimau, kata Hariyo, membutuhkan ruang hidup 40 sampai 300 kilometer persegi, sehingga di Pulau Jawa tidak mungkin lagi untuk menjadi habitat Harimau jawa.

Padahal, telah banyak kamera jebak dipasang, namun tidak pernah ada video yang menunjukkan satwa tersebut di alam liar.

Bahkan  di Taman Nasional Ujung Kulon saja, yang hampir 60 persen tercover oleh kamera jebak yang dipasang selama lima tahun,  tidak pernah terlihat sosok satwa penguasa hutan Jawa ini satupun.

Hal ini semakin meyakinkannya sudah tidak ada lagi harimau jawa hidup di belantara Pulau Jawa, terlebih taman nasional lain juga tidak mendukung untuk habitat harimau jawa, bahkan cenderung lebih sempit.

Sementara untuk jejak-jejak yang bisa menjadi acuan terkait keberadaan satwa tersebut, menurut dia harus ada lebih dari satu, semisal scent marking (tanda bau) dari air seni dan feses baik di tanah atau pohon, kemudian scrap mark (tanda cakaran) di pohon atau batu.

Baca Juga: Cerita WNI Jadi Pahlawan di Kebakaran Hutan Korea Selatan, Ini yang Bakal Diberikan Seoul

"Harimau atau macan tutul itu enggak mungkin meninggalkan single sign atau tanda tunggal. Setidaknya kalau ketemu kita cari di daerah sekitarnya misal 1-2 km persegi, itu pasti ada tanda yang lain, tanda penuh, enggak mungkin hanya satu. Masa dia meninggalkan bulu kemudian terbang," ucapnya.

Kami memberikan ruang untuk Anda menulis

Bagikan perspektif Anda, sumbangkan wawasan dari keahlian Anda, dan berkontribusilah dalam memperkaya pemahaman pembaca kami.

Daftar di sini



Sumber : Kompas TV, Antara

Berikan Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE



KOMPASTV SHORTS


Lihat Semua

BERITA LAINNYA



FOLLOW US




Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.


VIDEO TERPOPULER

Close Ads x