Kompas TV nasional hukum

Keponakan Tega Bunuh Tante Sendiri di Bogor, Begini Pandangan Psikolog

Kompas.tv - 11 April 2025, 04:15 WIB
keponakan-tega-bunuh-tante-sendiri-di-bogor-begini-pandangan-psikolog
Psikolog dan Dosen di Fakultas Psikologi Universitas Mercu Buana Yogyakarta (UMBY) Nia Kusuma Wardhani. (Sumber: Dok. Pribadi Nia Kusuma Wardhani)
Penulis : Tri Angga Kriswaningsih | Editor : Iman Firdaus

JAKARTA, KOMPAS.TV - Seorang keponakan berinisial RF (28) tega membunuh tantenya, EL (59), di salah satu perumahan di daerah Tanah Sareal, Bogor, Jawa Barat, Minggu (6/4/2025). Diketahui, EL sudah mengasuh keponakannya itu sejak RF masih usia 15 tahun. 

Kronologinya, tantenya meminta keponakannya untuk cuci piring, lantas terjadi cekcok dan berakhir sang keponakan memukuli tantenya hingga meninggal dunia. 

Setelah meninggalnya korban, pelaku sempat mengirimkan pesan kepada teman-temannya, mengaku telah membunuh tantenya dan mengirim foto kondisi korban usai kejadian. 

Pelaku juga sempat melapor kepada pihak sekuriti perumahan setelah membunuh korban. 

Lantas, bagaimana pandangan psikolog terhadap kejadian ini?

Psikolog dan Dosen di Fakultas Psikologi Universitas Mercu Buana Yogyakarta (UMBY) Nia Kusuma Wardhani menyampaikan pandangannya terkait kasus keponakan yang tega membunuh tantenya ini. 

"Kemungkinan tidak munculnya bonding sehingga satu sama lain tidak memahami bagaimana kondisi masing-masing yang saat itu terjadi," tanggap Nia melalui sambungan telepon, Rabu (9/4/2025) malam.

Baca Juga: Kronologi Keponakan Tega Bunuh Tantenya di Bogor, Sempat Terjadi Cekcok

Kemudian, terkait dengan pengakuan pelaku pada teman-temannya dan sekuriti setelah terjadinya pembunuhan, Nia memandang, ada dua kemungkinan yang bisa terjadi.

"Pertama, dia menginformasikan ke teman-temannya. Jadi ini adalah sebuah pengakuan sosial yang dia butuhkan dan dorongan untuk menunjukkan apa yang sudah dia lakukan agar mendapatkan penilaian dari lingkungannya," tuturnya. 

Nia melanjutkan dengan menyebutkan kemungkinan kedua yang dapat terjadi pada pelaku. 

"Yang kedua, dia juga melaporkan, ada perasaan sadar, itu baru muncul setelah itu terjadi, ada proses kognisi, ada proses berpikir yang dia lakukan, sehingga setelah ini apa (yang akan dilakukan), akhirnya dia menyerahkan diri ke sekuriti," lanjutnya. 

Selain itu, pelaku sudah berusia 28 tahun, di mana seharusnya mempunyai kematangan emosi dan kematangan berpikir sebelum melakukan tindakan. Namun, pelaku justru berakhir membunuh tantenya setelah terlibat cekcok.

Di usia dewasa awal pelaku ini, menurut Nia, dimungkinkan ada perkembangan emosi yang belum atau tidak matang akibat pola asuh. 

"Di usia ini harusnya dia sudah tahu apa yang dia lakukan, dampaknya apa, konsekuensinya apa, tetapi dengan kondisi emosi yang masih labil, dengan usia yang sebenarnya sudah 28, ada kemungkinan pola asuh yang tidak tepat atau tidak sesuai," papar Nia. 

Kami memberikan ruang untuk Anda menulis

Bagikan perspektif Anda, sumbangkan wawasan dari keahlian Anda, dan berkontribusilah dalam memperkaya pemahaman pembaca kami.

Daftar di sini



Sumber : Kompas TV

Berikan Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE



KOMPASTV SHORTS


Lihat Semua

BERITA LAINNYA



FOLLOW US




Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.


VIDEO TERPOPULER

Close Ads x