KOMPAS.TV – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menetapkan Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Hasto Kristiyanto sebagat tersangka kasus dugaan suap berkaitan dengan Harun Masiku.
Adapun Harun Masiku adalah mantan kader PDI-P yang buron sejak 2020. Ia merupakan tersangka kasus dugaan suap pergantian antar waktu (PAW) anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) periode 2019-2024.
Harun diduga menyuap Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan hingga Rp600 juta.
Berikut rangkuman perjalanan kasus Harun Masiku, dikutip dari pemberitaan Kompas.tv:
Perburuan terhadap Harun Masiku bermula ketika KPK melakukan operasi tangkap tangan atau OTT soal perkara suap proses PAW anggota DPR periode 2019-2024 pada 8 Januari 2020 lalu.
Baca Juga: Seluk-Beluk Penetapan Hasto Tersangka KPK: Atur Uang Suap hingga Pelarian Harun Masiku?
Dari hasil operasi, tim KPK menangkap 8 orang dan menetapkan 4 orang di antaranya sebagai tersangka, yakni Wahyu Setiawan, eks Anggota Bawaslu Agustiani Tio Fridelina, kader PDI-P Saeful Bahri, dan Harun Masiku.
Dalam kasus ini, Harun diduga menyuap mantan Komisioner KPU Wahyu Setiawan dengan tujuan agar dirinya ditetapkan sebagai anggota DPR dari Daerah Pemilihan I Sumatra Selatan pada Pemilu 2019 silam.
Kala itu, Harun mencalonkan diri sebagai anggota legislatif PDI-P dari Daerah Pemilihan (dapil) I Sumatra Selatan. Hasil Pemilu menyatakan Harun Masiku hanya mengantongi 5.878 suara di posisi ke-6.
Harun kalah telak dari Nazarudin Kiemas, adik almarhum suami Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri, Taufiq Kiemas, yang berhasil meraup 145.752 suara atau berada di posisi pertama.
Namun, sebelum ditetapkan sebagai anggota legislatif terpilih, Nazarudin Kiemas meninggal dunia.
Komisi Pemilihan Umum atau KPU kemudian memutuskan mengalihkan suara yang diperoleh Nazarudin kepada Riezky Aprilia, caleg PDI-P dengan perolehan suara terbanyak kedua di Dapil I Sumatra Selatan, yakni dengan perolehan 44.402 suara.
Akan tetapi, Rapat Pleno PDI-P menginginkan agar Harun Masiku yang dipilih menggantikan Nazarudin.
Belakangan, terungkap bahwa Harun menyuap Wahyu Setiawan Rp 600 juta untuk bisa menjadi anggota dewan.
Kendati demikian, Harun lolos OTT KPK pada 8 Januari 2020 lalu. Sosoknya pun menghilang sejak operasi senyap tersebut.
KPK kemudian menetapkan Harun sebagai buronan dan masuk dalam daftar pencarian orang (DPO) pada 29 Januari 2020.
Buron KPK ini juga telah dicegah untuk bepergian ke luar negeri. Bahkan, Harun telah ditetapkan sebagai buronan internasional.
KPK telah meminta Interpol untuk menerbitkan red notice atas nama Harun Masiku pada 30 Juli 2020.
Jubir Penindakan dan Kelembagaan KPK Ali Fikri menegaskan pihaknya serius menangani para tersangka yang masuk dalam daftar pencarian orang (DPO).
"Kami sangat serius menyelesaikan setidaknya tiga perkara atau tersangka yang kini berstatus DPO. Paulus Tannos yang sudah berganti nama, kemudian Kirana Kotama dan Harun Masiku. Kami terus lakukan pengejarannya tentu dibantu oleh Hubinter," ujar Ali, Senin (7/8/2023), dikutip Kompas.TV.
Baca Juga: Terbaru! PDI-P Respons Status Hasto Tersangka KPK: Ada Motif Politik dan Kriminalisasi Hukum
Harun sempat dikabarkan melarikan di luar negeri, namun Kepala Divisi Hubungan Internasional (Kadiv Hubinter) Polri Irjen Krishna Murti menyebut Harun ada di Indonesia.
Menurut penjelasannya, berdasarkan data perlintasan yang ada, Harun memang sempat pergi ke Singapura, namun sejak 17 Januari 2020, mantan politikus PDIP itu Harun telah berada di tanah air dan tercatat tidak pernah keluar dari wilayah Indonesia.
"Sejak 17 Januari 2020 sebenarnya Harun Masiku itu ada di Indonesia dan tidak pernah ke luar dari wilayah Indonesia, kecuali yang bersangkutan mengganti identitas dan mengubah paspor dengan data lain," ujar Krishna di program Kompas Petang di Kompas TV, Senin (7/8/2023).
Mengutip pemberitaan Kompas.TV, pada Senin (23/5/2022), mantan penyidik KPK, Novel Baswedan melalui cjuitan di akun Twitternya menduga lambannya penangkapan Harun Masiku lantaran melibatkan petinggi partai tertentu.
"Kasus Harun Masiku ini diduga melibatkan petinggi partai tertentu. Pencarian terhadap Harun Masiku saya yakin tidak dilakukan, kecuali hanya sekedarnya saja. Apakah ada kaitannya? Hanya Firli dkk yang tahu," ujar Novel lewat serangkaian cuitan di akun Twitter pribadinya, Senin (23/5/2022).
Novel menambahkan, selain dugaan menyeret petinggi partai tertentu, ada tiga hal yang membuat penangkapan Harun Masiku tidak mencapai kemajuan.
Pertama, ungkapnya, saat tim KPK melakukan OTT terhadap kasus tersebut, tim mendapat intimidasi oleh oknum tertentu, namun pimpinan KPK diam saja.
Kedua, sambungnya, tim yang melakukan penangkapan tersebut juga dilarang untuk melakukan penyidikan. Novel menduga hal tersebut lantaran tim tersebut dianggap tidak bisa dikendalikan.
Ketiga, kata dia, tim KPK yang berhasil melakukan OTT terhadap kasus tersebut justru "diberi sanksi".
Ia mencontohkan, anggota Polri dikembalikan ke institusinya, tetapi ditolak Polri karena masa tugasnya belum selesai di KPK.
Terkini, KPK menetapkan Hasto Kristiyanto sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap yang melibatkan Harun Masiku.
Ketua KPK Setyo Budiyanto menyebut, suap tersebut diberikan Hasto terkait proses pergantian waktu (PAW) anggota DPR terpilih 2019-2024.
"Perbuatan Saudara HK (Hasto Kristiyanto) bersama dengan saudara HM (Harun Masiku) dan kawan-kawan, dalam memberikan suap kepada Wahyu Setiawan (eks Komisioner KPU) dan Agustiani," kata Setyo di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (24/12/2024).
Menurut penjelasnnya, suap tersebut dimaksudkan guna memenangkan Harun Masiku sebagai anggota DPR RI PAW Daerah Pemilihan Sumatera Selatan (Sumsel) menggantikan Nazaruddin Kiemas yang meninggal dunia.
"HK menepatkan HM pada Dapil 1 Sumatera Selatan, padahal HM berasal dari Sulawesi Selatan, tepatnya Toraja," ujarnya, dikutip Kompas.TV.
Dalam perkara itu, kata dia, HK melakukan sejumlah upaya untuk dapat memenangkan Harun Masiku menjadi anggota DPR.
Baca Juga: Jadi Tersangka, Ini Peran Hasto Kristiyanto di Kasus Harun Masiku menurut KPK
"Kemudian seharusnya yang memperoleh suara dari Nazaruddin Kiemas adalah saudari Riezky Aprilia, namun ada upaya-upaya dari saudara HK untuk berusaha memenangkan HM," jelasnya.
Sejumlah upaya yang dilakukan Hasto untuk memenangkan Harun yakni dengan mengajukan judicial review ke Mahkamah Agung (MA) pada 24 Juni 2019.
Lalu, menandatangani surat DPP PDIP tertanggal 5 Agustus 2019 perihal permohonan pelaksanaan putusan judicial review.
Hasto, lanjut dia, secara paralel mengupayakan agar Riezky mau mengundurkan diri untuk diganti oleh Harun, namun hal itu ditolak yang bersangkutan.
"Saudara HK juga pernah memerintahkan Saeful Bahri untuk menemui Riezky di Singapura dan meminta mundur namun hal itu juga ditolak," ungkapnya.
Setyo mengatakan, Hasto juga menahan surat undangan pelantikan sebagai anggota DPR Riezky Aprilia, dan memintanya untuk mundur setelah pelantikan.
"Oleh karena upaya-upaya tidak berhasil, maka HK bekerjasama dengan HM, Saiful Bahri, dan DTI melakukan upaya penyuapan kepada Wahyu Setiawan dan Agustinus Tio, di mana Wahyu diketahui merupakan kader yang menjadi komisioner di KPU," ucapnya.
Selanjutnya, pada 31 Agustus 2019, Hasto meminta Wahyu Setiawan memenuhi dua usulan yang diajukan, yaitu Maria Lestari masuk sebagai Dapil 1 Kalimantan Barat, dan Harun Masiku Dapil 1 Sumsel.
Namun, hanya satu yang berhasil yakni yang Kalimantan Barat saja.
"Dari proses pengembangan penyidikan, ditemukan bukti petunjuk bahwa sebagian uang yang digunakan untuk menyuap saudara Wahyu berasal dari Saudara HK," sebut Setyo.
Atas perbuatan tersebut, Hasto pun ditetapkan KPK sebagai tersangka kasus dugaan suap. Selain suap, Hasto juga dijerat sebagai tersangka kasus perintangan penyidikan.
KPK menduga pada 8 Januari 2020 saat penyidik menggelar operasi tangkap tangan (OTT), Hasto memerintahkan Harun untuk merendam handphone (HP) untuk menghapus barang bukti dan memintanya segera melarikan diri.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.