CIREBON, KOMPAS.TV - Siti Idah Nuraidah (59) meneteskan air mata. Dia tak kuasa saat menceritakan kepergian suaminya, Hari Suprapto (59) tiga bulan lalu. Kepribadian Hari sangat membekas. Tak hanya bertanggung jawab semasa hidup, sang suami juga telah menyiapkan jaminan kematian dan beasiswa bagi anaknya. Program BPJS Ketenagakerjaan membuat Idah dan anaknya bangkit dari asa yang terputus.
Tensi darah yang tinggi dan pendarahan otak, membuat Hari tak sadarkan diri selama tiga hari. Idah, bersama kedua anaknya: Aditya Maulana dan Risa Nur Afiah, terus mendampingi. Mereka berjuang agar Hari pulih. Namun, kenyataan tak sesuai harapan. Hari mengembuskan nafas terakhir di salah satu rumah sakit di Kota Cirebon pada 4 Agustus 2024 lalu.
Kepergian Hari memukul keluarga. Mereka kehilangan sosok suami dan ayah yang pekerja keras. Hari bertugas sebagai pekerja di salah satu perguruan tinggi di Cirebon sejak pagi hingga menjelang petang. Pekerjaan ini dia tekuni sejak tahun 2000an hingga tutup usia.
"Sangat kehilangan. Kalau boleh milih, jangan pergi. Tapi akhirnya kami menyadari ini takdir, jadi ya sudah," kata Idah dengan suara berat saat ditemui Kompas.tv di rumahnya di RT 7, RW 3, Gang Pengampon 6, Kelurahan/ Kecamatan Lemahwungkuk, Kota Cirebon, Jawa Barat, Sabtu (8/11) sore.
Baca Juga: BPJS Tenaga Kerja, Jaminan Kecelakaan Kerja RT/RW yang Telah Lama Dinanti
Namun, ternyata ada berkah dari kematian Hari. Idah mendapat klaim Jaminan Kematian (JKM) senilai Rp42.000.000, sebuah nilai yang tak pernah terpikirkan sebelumnya. Di saat yang sama, Idah juga mendapatkan manfaat beasiswa senilai Rp12.000.000 per tahun untuk anaknya yang masih sekolah di perguruan tinggi. Hari telah menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan di perguruan tinggi tersebut sejak tahun 2015 silam.
Program BPJS Ketenagakerjaan, dirasa Idah sangat bermanfaat bagi dirinya yang hanya seorang ibu rumah tangga. Bantuan itu juga meringankan beban Aditya, yang membantu biaya kebutuhan kuliah adiknya hingga tuntas dua tahun mendatang.
"Kaget, Mas, klaim jaminan kematian dari BPJS Ketenagakerjaan mencapai Rp42.000.000, dan manfaat beasiswa untuk Risa Rp12.000.000 per tahun. Saya yang hanya ibu rumah tangga merasa sangat terbantu dengan uang itu," kata dia penuh syukur.
Risa, anak kedua Hari, pun merasa kaget. Dirinya tidak menyangka mendapat manfaat beasiswa dari BPJS Ketenagakerjaan usai kepergian sang ayah. Saat di rumah sakit, Risa ingat ayahnya berulang kali meminta maaf lantaran tidak bisa lagi membiayai kuliah karena terbaring di atas kasur. Pasalnya, Hari menyadari, meski mendapatkan bantuan Kartu Indonesia Pintar (KIP), Risa tetap membutuhkan banyak biaya untuk memenuhi berbagai kebutuhan kuliahnya.
"Nanti gimana jajannya? Kan ayah gak bisa ngasih uang lagi, maaf, ya," kata Risa mengulang kata-kata Hari sang ayah sebelum meninggal dunia di rumah sakit.
Risa mengakui, kepergian sang ayah membuatnya jatuh. Namun, manfaat beasiswa yang diterima beberapa hari setelah Hari meninggal, perlahan membangkitkan semangat belajarnya. Dia ingin membuktikan perjuangan sang ayah untuk anaknya tidak sia-sia. Dengan bantuan dana beasiswa dari manfaat BPJS Ketenagakerjaan, Risa ingin menuntaskan kuliah dengan hasil memuaskan.
Risa Nur Afiah tercatat sebagai mahasiswi semester lima di Institut Prima Bangsa (IPB) Cirebon, dengan konsentrasi belajar Sastra Inggris. Risa merupakan salah satu mahasiswi berprestasi, yang telah mengikuti program Pertukaran Mahasiswa Merdeka (PMM) Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) di tahun 2023.
Baca Juga: Catat, Berikut Jenis Kecelakaan yang Tidak Ditanggung BPJS Kesehatan Sesuai Perpres Nomor 59
Juwintan, Koordinator PMM IPB Cirebon, menyampaikan, Risa adalah satu dari 80 mahasiswa-mahasiswi IPB yang mendaftar program PMM Kemendikbudristek batch 3 tahun 2023 lalu. Sebanyak 19 orang lulus tes, salah satunya adalah Risa. Ia terpilih karena mampu mengerjakan serangkaian tes dengan baik serta memenuhi kriteria yang ditetapkan.
Pendaftar harus menyelesaikan tahap administrasi, dengan mengunggah beberapa data, pernyataan universitas, bukti nilai IPK tak kurang dari 3,10, dan lainnya. Setelah dinyatakan lolos, pendaftar harus lolos tes kebhinekaan, dan selanjutnya lolos tes psikotes. Rangkaian tes ini untuk mengukur daya adaptasi pendaftar yang akan disebar di seluruh wilayah di Indonesia.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.