JAKARTA, KOMPAS.TV - Syarat batas usia, jenis kelamin hingga penampilan menarik dalam rekrutmen tenaga kerja kembali digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Gugatan ini diajukan oleh tiga pemohon, yakni Leonardo Olefins Hamonangan, Max Andrew Ohandi, dan Martin Maurer
Mereka menggugat Undang-Undang Ketenagakerjaan Nomor 3 Tahun 2003 dan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.
Dalam sidang perdana di ruang sidang MK, Jakarta, Selasa, salah satu pemohon, Leonardo Olefins Hamonangan, mengatakan frasa "dapat merekrut sendiri tenaga kerja yang dibutuhkan" dalam Pasal 35 ayat (1) UU Ketenagakerjaan tidak jelas atau bias.
“Keberlakuan frasa menjadi dasar hukum yang kerap digunakan oleh perusahaan menentukan sendiri kriteria persyaratan lowongan pekerjaan, sehingga kerap ditemukan persyaratan lowongan kerja yang tidak masuk akal dan terkesan sangat diskriminasi,” kata Leonardo, dikutip dari Antara.
Baca Juga: Sidang PK Sudirman, Sebut Nama Aep, Dede hingga Rudiana Berkali-kali
Frasa tersebut dianggap menjadi penyebab munculnya syarat lowongan pekerjaan yang diskriminatif, seperti berpenampilan menarik maupun batas usia tertentu. Di samping itu, frasa dimaksud juga dinilai dapat menimbulkan penyalahgunaan wewenang atau perekrutan tenaga kerja yang tidak memenuhi standar.
Menurut mereka, frasa "dapat merekrut sendiri tenaga kerja yang dibutuhkan" dalam Pasal 35 ayat (1) UU Ketenagakerjaan menimbulkan permasalahan dampak sosial yang meluas. Oleh sebab itu, para pemohon meyakini perlu ada penegasan tafsiran dalam pasal tersebut.
Selain itu, para pemohon dalam perkara uji materi yang teregistrasi dengan Nomor 124/PUU-XXII/2024 ini juga mempersoalkan definisi diskriminasi yang diatur dalam Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.
Menurut mereka, Pasal 1 angka 3 UU HAM saat ini belum mengatur pembatasan usia sebagai bentuk diskriminasi. Padahal, pembatasan usia atau ageism dalam skala global sudah dikategorikan sebagai diskriminasi.
Dalam petitumnya, para pemohon meminta agar MK menyatakan Pasal 35 ayat (1) UU Ketenagakerjaan bertentangan secara bersyarat dengan UUD NRI Tahun 1945. Serta, tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai "pemberi kerja yang memerlukan tenaga kerja dapat merekrut sendiri tenaga kerja yang dibutuhkan atau melalui pelaksana penempatan tenaga kerja dilarang mengumumkan lowongan pekerjaan yang mensyaratkan usia, berpenampilan menarik, ras, warna kulit, jenis kelamin, agama, pandangan politik, kebangsaan atau asal usul keturunan, kecuali ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan."
Para Pemohon juga meminta Mahkamah menyatakan Pasal 1 angka 3 UU HAM bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai, "Diskriminasi adalah setiap pembatasan, pelecehan, atau pengucilan yang langsung ataupun tak langsung didasarkan pada pembedaan manusia atas dasar usia, agama, suku, ras, etnik, kelompok, golongan, status sosial, status ekonomi, jenis kelamin, bahasa, keyakinan politik, yang berakibat pengurangan, penyimpangan atau penghapusan pengakuan, pelaksanaan atau penggunaan hak asasi manusia dan kebebasan dasar dalam kehidupan baik individual maupun kolektif dalam bidang politik, ekonomi, hukum, sosial, budaya, dan aspek kehidupan lainnya."
Baca Juga: MPR Setujui Dua Rancangan Putusan dalam Sidang Paripurna Akhir Periode 2019-2024
Perkara ini disidangkan oleh Majelis Hakim Panel yang dipimpin oleh Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih, bersama Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P Foekh dan Hakim Konstitusi M Guntur Hamzah.
Ketiga hakim tersebut menyoroti kedudukan hukum (legal standing) para pemohon dalam permohonan ini. Enny menegaskan, para pemohon telah memiliki pekerjaan, sehingga kerugian konstitusional mereka dipertanyakan.
“Sudah kerja, karyawan swasta, wiraswasta, apa persoalannya? Sudah kerja masih mempersoalkan, apalagi ada diskriminasi, itu tolong Anda bisa bangun argumentasinya,” kata Enny, dilansir dari Kompas.com.
Lebih lanjut, Enny juga mempertanyakan argumentasi para pemohon terkait pendapat Mahkamah dalam putusan sebelumnya yang menyatakan bahwa persoalan ini bukanlah diskriminasi.
Ia menambahkan bahwa International Covenant on Civil and Political Rights tidak menyebut usia sebagai salah satu bentuk diskriminasi.
Sebelumnya, Leonardo Olefins Hamonangan juga pernah menggugat Pasal 35 ayat (1) UU Ketenagakerjaan. Namun, pada sidang pengucapan putusan, Selasa (30/7), MK menyatakan menolak permohonan Leonardo.
Salah satu pertimbangan hukum MK yang mengandaskan gugatan Leonardo ketika itu adalah definisi diskriminasi dalam Pasal 1 angka 3 UU HAM. Menurut MK, jika merujuk pasal tersebut, diskriminasi tidak terkait dengan batasan usia, pengalaman kerja, dan latar belakang pendidikan.
Sumber : Antara, Kompas.com
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.