JAKARTA, KOMPAS.TV – Seorang saksi kasus dugaan korupsi tata niaga komoditas timah di PT Timah Tbk menyebut Presiden RI Joko Widodo atau Jokowi dalam persidangan kasus tersebut, Rabu (11/9/2024).
Saksi tersebut adalah mantan Kepala Unit Produksi PT Timah Tbk Wilayah Bangka Belitung Ali Samsuri.
Ia menjadi saksi untuk terdakwa eks Direktur Utama PT Timah Tbk Mochtar Riza Pahlevi Tabrani dan kawan-kawan, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) PN Jakarta Pusat.
Awalnya, jaksa penuntut umum (JPU) bertanya pada Ali tentang program PT Timah untuk mengatasi tingkat produksi timah yang kecil pada 2015-2017.
Baca Juga: Harvey Moeis Sidang Lanjutan Korupsi Timah Hari Ini, Agenda Pemeriksaan Saksi
Jaksa kemudian menanyakan bagaimana pelaku tambang ilegal menjual bijih timahnya kepada PT Timah melalui perusahaan mitra.
“Itu berarti menggunakan perusahaan pemilik IUJP (Izin Usaha Jasa Pertambangan) itu ketika menjual biji timahnya, itu saudara praktek seperti itu terhadap mitra-mitra seperti itu ya?” tanya Jaksa, dikutip Kompas.com.
Adapun IUJP merupakan salah satu program untuk meningkatkan produksi PT Timah dengan menggandeng pihak swasta sebagai mitra. Namun, dalam prakteknya, PT Timah Tbk memberi kesempatan pada pemilik IUJP untuk membeli bijih timah dari penambang ilegal.
Padahal, bijih timah itu diambil dari wilayah izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah.
Ali pun menjawab pertanyaan itu dengan mengatakan bahwa tidak semua pelaku tambang ilegal menjual bijih timah ke PT Timah Tbk melalui mitra IUJP.
Menurutnya, pada kurun waktu itu, Presiden RI pernah melakukan kunjungan ke Bangka Belitung dan menerima keluhan dari masyarakat yang mengeluhkan persoalan tambang ilegal.
“Statemen beliau (Presiden) adalah 'ya itu semua masyarakat saya, minta tolong bagaimana caranya yang ilegal ini menjadi legal’,” kata Ali menirukan arahan presiden saat itu.
Baca Juga: Dakwaan Jaksa: Helena Lim Beli Tanah di PIK, Mobil, hingga 29 Tas Mewah Pakai Duit Korupsi Timah
“Jadi ya itulah waktu itu masyarakat yang ada di sekitar-sekitar tambang yang ada SPK (Surat Perintah Kerja) kita itu yang dibina agar mereka tidak dikejar-kejar oleh aparat,” imbuhnya.
Jaksa pun kembali bertanya, apakah masyarakat dimaksud adalah mereka yang memiliki basic pertambangan.
“Itu yang sifatnya nomaden masyarakat umum yang mereka menambang pakai mesin kecil,” ujar Ali.
Sumber : Kompas.com
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.