JAKARTA, KOMPAS.TV - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nawawi Pomolango mengaku pihaknya mencium 'bau anyir' atau kejanggalan dari putusan sela majelis hakim Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dalam perkara korupsi hakim agung nonaktif, Gazalba Saleh.
Seperti diketahui, putusan sela tersebut membuat Gazalba bebas beberapa waktu lalu.
"Kalau soal bau-bau anyir semua orang bisa menciumnya, apalagi Komisi Pemberantasan Korupsi yang memang kerjanya mencium,” kata Nawawi dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (25/6/2024).
Ia pun menyebut KPK sependapat dengan pertimbangan hukum Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta yang menyatakan putusan sela majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat yang membebaskan Gazalba, dapat mengacaukan sistem praktik peradilan.
"Bahwa ada pertimbangan hukum majelis hakim menyatakan produk putusan sela (majelis hakim PN Tipikor Jakarta Pusat) menimbulkan kekacauan dalam sistem peradilan. Itu yang kami maksudkan, bahwa kami sepakat dengan pertimbangan itu," jelas Nawawi.
"Coba bayangkan bagaimana perkara yang banyak begitu berlangsung, khusus yang satu ini dinyatakan cacat padahal yang lainnya sama, dan ditangani majelis hakim sama, apakah itu tidak menjadi terkesan kacau?"
Terlebih, kata ia, produk putusan sela Gazalba yang menyebut jaksa KPK tidak sah menuntut itu ditiru sejumlah terdakwa korupsi lainnya.
"Dalam sebuah duplik atau materi pleidoi dari seorang terdakwa pada beberapa waktu kemarin sampai menyitir produk putusan sela ini di dalam duplik atau pleidoinya. Ini yang kami katakan, ini akan sangat memicu terganggunya sistem praktek peradilan," ujarnya.
Diberitakan sebelumnya, majelis hakim Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menerima nota keberatan (eksepsi) Gazalba Saleh dalam sidang putusan sela pada Senin, 27 Mei 2024.
Ketua Majelis Hakim Fahzal Hendri menjelaskan, salah satu alasan pihaknya mengabulkan nota keberatan Gazalba adalah tidak terpenuhinya syarat-syarat pendelegasian penuntutan dari Jaksa Agung RI selaku penuntut umum tertinggi sesuai asas single prosecution system (sistem penuntutan tunggal).
Baca Juga: PT DKI Batalkan Putusan Sela, KPK Minta Majelis Hakim yang Adili Perkara Gazalba Saleh Diganti
Majelis hakim pun berpendapat, Direktur Penuntutan KPK tidak memiliki kewenangan sebagai penuntut umum dan tidak berwenang melakukan penuntutan perkara tindak pidana korupsi serta tindak pidana pencucian uang (TPPU) dalam kasus Gazalba.
Atas hal tersebut, penuntutan dan surat dakwaan jaksa KPK dinyatakan tidak dapat diterima.
Hakim meminta jaksa KPK untuk membebaskan Gazalba dari tahanan.
Menindaklanjuti putusan tersebut, KPK kemudian melayangkan perlawanan melalui mekanisme verset atau perlawanan di PT DKI Jakarta.
Pada Senin (24/6), PT DKI Jakarta mengabulkan perlawanan atau verset KPK atas putusan Pengadilan Tipikor Jakarta yang membebaskan Gazalba.
"Membatalkan Putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 43/Pid.Sus-TPK/2024/PN Jkt Pst tanggal 27 Mei 2024 yang dimintakan banding perlawanan tersebut," kata Ketua Majelis Hakim Subachran Hardi Mulyono dalam sidang, Senin (24/6).
PT DKI menyatakan surat dakwaan tim jaksa KPK telah memenuhi syarat formil dan materiel sebagaimana ditentukan dalam Pasal 143 ayat 2 huruf a dan huruf b KUHAP.
Majelis hakim menyatakan surat dakwaan sah untuk dijadikan sebagai dasar memeriksa dan mengadili kasus dugaan penerimaan gratifikasi dan pencucian uang Gazalba.
"Memerintahkan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang mengadili perkara a quo untuk melanjutkan mengadili dan memutus perkara a quo," ujarnya.
Baca Juga: KY Telusuri Dugaan Pelanggaran Etik Putusan Gazalba Saleh, Terjunkan Tim Investigasi
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.