JAKARTA, KOMPAS.TV - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI akan mengesahkan Undang-Undang Tentang Kesejahteraan Ibu dan Anak (KIA) Pada Fase Seribu Hari Pertama Kehidupan.
Ketua DPR RI Puan Maharani yang memimpin rapat menanyakan dan meminta persetujuan kepada segenap Anggota Dewan, Selasa (4/6/2024).
“Apakah RUU Tentang Kesejahteraan Ibu dan Anak Pada Fase Seribu Hari Pertama Kehidupan dapat disahkab menjandi UU?” tanya puan. Seketika dijawab “Setuju,” oleh seluruh Anggota Dewan yang hadir.
Lebih lanjut Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Diah Pitaloka mengatakan, fokus pengaturan RUU KIA adalah pengaturan tentang Kesejahteraan Ibu dan Anak pada fase seribu hari pertama kehidupan, yaitu kehidupan anak sejak terbentuknya janin dalam kandungan hingga anak berusia dua tahun.
Ia menyampaikan Komisi VIII DPR RI bersama dengan pemerintah akhirnya menyepakati RUU KIA pada seribu hari pertama kehidupan pada tingkat I pada tanggal 25 Maret 2024 untuk diproses lebih lanjut pada Pembahasa tingkat II dalam Rapat Paripurna.
Sembilan fraksi di Komisi VIII menyetujui dengan I fraksi yaitu PKS memberikan catatan untuk melengkapi klausul menimbang ditambah pasal 28 B ayat I dan Pasal 34 UUD 1945.
“Mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang berkontribusi terhadap penyelesaian pembahasan RUU tentang Kesejahteraan Ibu dan Anak pada Fase Seribu Hari Pertama Kehidupan antara lain Pimpinan dan Anggota DPR RI, Pemerintah, Tim teknis DPR dan Pemerintah, serta Sekretariat Komisi VIII DPR RI,” tutur Diah.
Baca Juga: UU KIA Disahkan, Ibu Pekerja Dapat Cuti Melahirkan hingga 6 Bulan, Bagaimana dengan Suami?
Aturan cuti ibu melahirkan tertuang dalam Pasal 4 Ayat (3) huruf a. Dalam beleid tersebut tertulis ibu melahirkan bisa mendapat cuti maksimal 6 bulan dengan beberapa syarat.
Selain hak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), setiap Ibu yang bekerja berhak mendapatkan: a. cuti melahirkan dengan ketentuan:
1. paling singkat 3 (tiga) bulan pertama; dan
2. paling lama 3 (tiga) bulan berikutnya jika terdapat kondisi khusus yang dibuktikan dengan surat keterangan dokter.
Syarat ibu melahirkan bisa mendapat cuti 6 bulan yaitu tertuang pada Pasal 4 ayat (5)
Kondisi khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a angka 2 meliputi:
a. Ibu yang mengalami masalah kesehatan, gangguan kesehatan, dan/atau komplikasi pascapersalinan atau keguguran; dan/atau
b. Anak yang dilahirkan mengalami masalah kesehatan, gangguan kesehatan, dan/atau komplikasi.
Sementara itu, suami yang mendampingi istri melahirkan berhak mendapatkan cuti maksimal 5 hari, sebagaimana tertuang dalam pasal 6 ayat 2 dengan bunyi sebagai berikut.
Suami sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berhak mendapatkan hak cuti pendampingan istri pada:
a. masa persalinan, selama 2 (dua) hari dan dapat diberikan paling lama 3 (tiga) hari berikutnya atau sesuai dengan kesepakatan; atau
b. saat mengalami keguguran, selama 2 (dua) hari.
Baca Juga: Bersih-Bersih Sampah Pantai di Hari Lingkungan Hidup Sedunia
Dalam UU KIA tersebut juga mengatur pemberian gaji saat ibu cuti melahirkan dalam Pasal 5 ayat 2 a dan b.
Setiap Ibu yang melaksanakan hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf a berhak mendapatkan upah:
a. secara penuh untuk 3 (tiga) bulan pertama;
b. secara penuh untuk bulan keempat; dan
c. 75% (tujuh puluh lima persen) dari upah untuk bulan kelima dan bulan keenam.
Apabila saat cuti melahirkan, ibu pekerja diberhentikan dari pekerjaannya dan/atau tidak memperoleh haknya, Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah memberikan bantuan hukum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.