JAKARTA, KOMPAS.TV- Wakil Presiden ke-10 dan ke-12 Republik Indonesia Jusuf Kalla menyebut hati nurani kekuasaan sudah turun jelang Pilpres 2024.
Pernyataan itu disampaikan Jusuf Kalla usai menerima kehadiran Gerakan Nurani Bangsa yang di dalamnya ada istri almarhum Presiden ke-4 RI Abdurrahman Wahid atau Gus Dur, Sinta Nuriyah Abdurrahman Wahid.
Lalu hadir pula Omi Nurcholis Madjid, Gomar Gultom, Komarudin Hidayat, Makarim Wibisono, serta Kardinal Ignatius Suharyo di kediaman Jusuf Kalla, di Jakarta Selatan, Rabu (7/2/2024).
“Kenapa ada gerakan nurani bangsa, karena ada pertanyaan dan kekhawatiran, bahwa hati nurani kita, khususnya hati Nurani kekuasaan sudah menurun,” ucap pria yang akrab disapa JK itu.
“Sekiranya hati nurani baik tidak ada gerakan ini, sama dengan gerakan hidup sehat, mungkin kita sakit, jadi ada gerakan hidup sehat supaya tetap sehat, hati nurani yang menentukan cara kita bergerak, cara kita berbuat, harus kembali ke situ,” ujarnya.
Baca Juga: Pakar: Ketua KPU Hasyim Asy’ari Paling Rajin Langgar Etik, dari Ketiga Kalinya Mana yang Terakhir?
Oleh karena itu, JK pun menekankan pentingnya menggunakan hati nurani dalam menentukan pilihan saat pemungutan suara yang berlangsung pada 14 February 2024.
“Maka menghadapi pada kepemimpinan masa depan yang dipilih nanti Pemilu seminggu lagi, itu sangat menentukan nasib bangsa, negara pada sekarang dan masa depan, sangat penting, karena itulah yang menentukan kita semua,” ujar JK.
“Maka tentu kita semua mengharapkan kembali ke situ, tapi tetap Pemilu harus dijaga, tidak banyak waktu lagi untuk menjaga itu. Karena itulah maka nanti pada 7 hari lagi kita harus mendukung aparat negara, polisi, kepala pemerintahan sampai kepala desa, tentara agar kembali ke hati nuraninya. Jangan ada yang coba-coba mencuri hati nurani rakyat,” tuturnya.
Dengan begitu, lanjut JK, pemilu yang menjunjung tinggi nilai-nilai demokrasi dapat terwujud di tahun 2024.
Baca Juga: DKPP Sanksi Peringatan Keras Terakhir untuk Komisioner KPU, Begini Respons Ketua Bawaslu
“Agar terjadi pemilu yang bersih sehingga tidak terjadi masalah di kemudian hari dan kita memilih pemimpin yang bersih, karena hanya pemilu yang bersih dapat memilih pemimpin yang bersih,” tegas JK.
“Kalau prosesnya salah maka pemimpin yang dipilih juga salah, jadi kita harus menjaga proses yang bersih untuk mendapatkan pemimpin yang bersih untuk sekarang dan masa yang akan datang,” imbuhnya.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.