JAKARTA, KOMPAS.TV - Pakar hukum tata negara, Bivitri Susanti, menilai maraknya dugaan pelanggaran netralitas oleh aparatur sipil negara (ASN) karena kurangnya komitmen netralitas pemerintahan Joko Widodo (Jokowi).
Bivitri menilai kecenderungan memihak pasangan calon (paslon) tertentu dalam Pilpres 2024 dicontohkan langsung oleh Jokowi sebagai pemimpin tertinggi ASN.
Sebelumnya, viral di media sosial ASN seperti Kepala Bidang SMP Dinas Pendidikan Kota Medan dan Sekretaris Daerah Kabupaten Takalar yang menyerukan pemenangan pasangan capres-cawapres nomor urut 2, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.
Baca Juga: Timnas AMIN Siap Pidanakan Dugaan Politisasi Bansos: Penyalahgunaan Wewenang dan Praktik Korupsi
"Pak Jokowi-nya sendiri tidak menunjukkan netralitas, misalnya, ketika dia berkomentar tentang debat kemarin," kata Bivitri dalam program "Kompas Petang" Kompas TV, Rabu (17/1/2024).
"Walaupun tidak berhubungan langsung, buat saya, ketika pemimpin tertinggi ASN (Presiden), ketika dia sudah menunjukkan tidak netral, menunjukkan dukungan dengan makan siang dan lain-lain, maka itu sudah memberikan isyarat kepada jajaran di bawahnya supaya bersikap sama dengan Pak Jokowi."
"Jangan lupa, kultur di kita juga sangat feodalistik, sangat melayani atasan. Saya tidak melihat komitmen itu dan juga tidak ada aksi langsung seperti membuat saluran-saluran pengaduan," sambungnya.
Dosen Sekolah Tinggi Hukum (STH) Indonesia Jentera itu menyampaikan, terdapat benturan kepentingan dan nepotisme antara petahana dan salah satu paslon di Pilpres 2024.
Benturan kepentingan ini kemudian memengaruhi kebijakan, fasilitas, dan struktur terkait ASN.
"Yang sudah kelihatan dua (dugaan pelanggaran) paling tidak, yang pertama adalah penggunaan fasilitas. Tadi sudah dinyatakan waktu wawancara, dalam penyelidikan berikutnya oleh Bawaslu saya kira bisa dibuktikan lebih jauh tentang fasilitas," kata Bivitri.
"Kedua, tentang strukturnya, untuk menggunakan struktur atau tangan-tangan yang tergabung dalam ASN baik secara langsung atau tidak, terkait struktur birokrasi dijadikan alat meraih suara atau berkampanye tapi secara terselubung," lanjutnya.
Lebih lanjut, Bivitri menilai Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (KemenPANRB) tidak memiliki jangkauan yang cukup untuk memantau netralitas ASN.
Menurutnya, keputusan-keputusan dalam unit birokrasi ASN dibuat oleh atasan langsung.
Bivitri pun mengingatkan agar lembaga pemantau seperti Bawaslu dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) bisa memeriksa semua dugaan pelanggaran secara independen dan membongkar secara mendalam.
Dia menyebut Bawaslu kemudian harus mengungkapkan hasil investigasi kepada publik sebagai lembaga independen.
"Harus dibuktikan lebih lanjut oleh Bawaslu, tapi memang ini sudah ada langkah-langkah yang memang sudah membuktikan bahwa ada benturan kepentingan yang terjadi sehingga memengaruhi struktur birkorasi, bagaimana dia berjalan untuk menguntungkan pasangan calon tertentu," katanya.
Baca Juga: TPN Ganjar-Mahfud: Ada Konspirasi untuk Memenangkan Prabowo-Gibran di Pilpres 2024
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.