Bahan kebutuhan dasar tersebut hilang dari pasaran, namun Soekarno tidak mau disalahkan atas melonjaknya harga yang sebenarnya merupakan dampak blunder kebijakan ekonomi pemerintah, sehingga membuat rakyat semakin kecewa.
Buruknya kondisi perekonomian menjadi salah satu alasan Demokrasi Terpimpin (1959-1965) dianggap gagal di Indonesia. Sebagai respons terhadap semua alasan tersebut, para mahasiswa yang tergabung dalam Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI) menyerukan Tritura.
Selanjutnya, gerakan ini diikuti oleh kesatuan-kesatuan aksi lainnya, seperti Kesatuan Aksi Pelajar Indonesia (KAPI), Kesatuan Aksi Pemuda Pelajar Indonesia (KAPPI), Kesatuan Aksi Buruh Indonesia (KABI), Kesatuan Aksi Sarjana Indonesia (KASI), Kesatuan Aksi Wanita Indonesia (KAWI), dan Kesatuan Aksi Guru Indonesia (KAGI).
Isi Tritura, atau Tri (Tiga) Tuntutan Rakyat meliputi:
Pemerintah dianggap lambat dalam mengambil sikap terhadap PKI yang dianggap terlibat dalam peristiwa G30S. Bahkan banyak juga tokoh komunis yang diduga berada di dalam kabinet pemerintahan.
Pemerintah dinilai tidak mampu mengendalikan kestabilan politik, ekonomi, dan sosial. Selain itu, masyarakat juga merasa bahwa Presiden Soekarno lebih fokus pada perebutan Irian Barat dan konfrontasi Indonesia-Malaysia.
Kebijakan ekonomi pemerintah dianggap kurang tepat, menyebabkan kestabilan ekonomi semakin memburuk. Sebagai respons, rakyat menuntut penurunan harga untuk meringankan beban ekonomi mereka.
Sepanjang tahun 1966, Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI) melancarkan serangkaian aksi demonstrasi sebagai respons terhadap Tritura, serta mendapatkan dukungan yang luas dari masyarakat.
KAMI juga berhasil menggalang organisasi serupa di kalangan pelajar, terwujud dalam Kesatuan Aksi Pemuda dan Pelajar Indonesia (KAPPI). Hal ini menunjukkan perluasan dukungan dan partisipasi dalam gerakan tersebut.
Dukungan dari KAPPI sangat strategis, karena selain usia mereka yang rata-rata masih sangat muda, kemurnian gerakan tersebut secara psikologis mendukung secara taktis dalam menguasai jalan-jalan raya di Ibukota.
Baik KAMI maupun KAPPI dalam setiap aksinya secara diam-diam mendapat dukungan dari tentara dan senantiasa dilindungi dari serangan unsur-unsur yang prokomunis.
Baca Juga: Begini Sejarah Peringatan Hari Nusantara Setiap 13 Desember, Bermula dari Deklarasi Juanda
Selain itu, KAMI juga menjalin hubungan erat dengan beberapa tokoh militer. Di antaranya, Jenderal HR Dharsono, Kemal Idris, dan Sarwo Edhi Wibowo yang menjadi tokoh penting dalam pengendalian situasi dan tekanan terhadap komunis setelah 30 September 1965.
Demonstrasi terus terjadi sepanjang tanggal 10-13 Januari 1966 hingga desakan Tritura mencapai Presiden, dan mencapai puncaknya pada 11 Maret 1966.
Demonstrasi mahasiswa secara besar-besaran kembali terjadi di depan Istana Negara. Respons lambat pemerintah membuat tuntutan demonstrasi melebar hingga terdengar desas-desus untuk menurunkan Soekarno dari jabatan kepresidenannya.
Demonstrasi ini mendapat dukungan dari tentara. Mahasiswa mengepung Istana Kepresidenan dan menuntut Tritura, salah satunya meminta pembubaran PKI.
Tidak hanya mahasiswa, sejumlah tentara yang tidak dikenal juga disebut mengelilingi Istana Kepresidenan. Akibat desakan tersebut, pada 21 Februari 1966, Soekarno mengumumkan reshuffle kabinet baru.
Namun, keputusan ini malah kian memanaskan suasana karena masih ada beberapa tokoh berhaluan kiri di dalam tubuh kabinet tersebut.
Letnan Jenderal Soeharto akhirnya meminta Soekarno memberikan surat perintah untuk mengatasi konflik. Kemudian keluarlah titah sakti melalui Surat Perintah 11 Maret 1966 (Supersemar), yang menunjuk Soeharto sebagai Panglima Komando Operasi Keamanan dan Ketertiban (Pangkopkamtib) untuk mengendalikan keamanan dan ketertiban negara.
Meskipun demikian, Soekarno juga memahami tuntutan mahasiswa.Akhirnya, disetujui penurunan harga minyak sebesar 50 persen, dan dilakukan upaya mencari jalan keluar untuk menurunkan harga barang secara keseluruhan.
Dalam situasi yang makin memanas, terjadi insiden tragis ketika salah seorang demonstran dari Universitas Indonesia, Arif Rachman Hakim, tertembak. Gugurnya Arief menjadi seperti martir dari suatu perjuangan moral, membangkitkan semangat solidaritas di kalangan mahasiswa yang lain.
Sumber : Tribunnews.com
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.