Erick menyatakan, pihaknya melaporkan Presiden Jokowi serta Gibran, terkait putusan MK yang mengabulkan gugatan batas usia calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres).
Erick mengatakan pihaknya menilai putusan tersebut mengindikasikan adanya konflik kepentingan karena jabatan ketua MK kini sedang diduduki oleh Anwar Usman yang merupakan adik ipar Jokowi.
Menurut dia, gugatan bernomor 90/PU-XII/2023 tentang batas usia capres-cawapres yang dikabulkan oleh hakim MK ini tercantum nama Gibran.
Selain itu, ada gugatan yang diajukan oleh Partai Solidaritas Indonesia (PSI) yang kini diketuai oleh putra bungsu Jokowi, Kaesang.
"Kaitannya bahwa Presiden dengan Anwar itu ipar, kita tahu ya karena menikah dengan adiknya presiden. Nah kemudian, Gibran anaknya (Jokowi)," tuturnya.
Erick menyebut, hakim MK harus mengundurkan diri apabila ada gugatan yang pemohonnya memiliki hubungan keluarga dengannya.
"Tapi kenapa Ketua MK tetap membiarkan dirinya tetap menjadi Ketua Majelis Hakim? Nah, ini ada keterkaitannya dengan kedudukan Presiden Jokowi yang menjadi salah satu pihak yang harus hadir dalam persidangan ini," tegasnya.
Ia pun menduga ada unsur kesengajaan dan pembiaran dalam penanganan perkara gugatan batas usia capres-cawapres. Sehingga, ia menilai hal tersebut diduga kuat merupakan tindakan nepotisme antara para terlapor.
"Nah ini yang kami lihat kolusi dan nepotismenya antara Ketua MK sebagai Ketua Majelis Hakim, dengan Presiden Jokowi, dengan keponakannya Gibran, dan keponakannya Kaesang," ujarnya.
Sebelumnya, MK menyatakan mengabulkan sebagian permohonan perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 yang menggugat batas usia capres dan cawapres yang diatur dalam pasal 169 huruf q Undang-Undang Pemilu.
Perkara itu diajukan mahasiswa asal Kota Solo bernama Almas Tsaqibbirru. Pemohon ingin MK mengubah batas usia minimal capres-cawapres menjadi 40 tahun atau memiliki pengalaman sebagai kepala daerah baik di tingkat provinsi, kabupaten atau kota.
MK menyatakan Pasal 169 huruf q UU Pemilu yang menyatakan 'berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun' bertentangan dengan UUD 1945, sepanjang tidak dimaknai 'berusia paling rendah 40 tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah.
"Mengadili: 1. Mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian. 2 Menyatakan Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 610 yang menyatakan, 'berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun' bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, sepanjang tidak dimaknai 'berusia paling rendah 40 tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah,'" kata Ketua MK Anwar Usman di gedung MK, Senin (16/10/2023).
"Sehingga Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu berbunyi 'berusia paling rendah 40 tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum atau pemilihan kepala daerah,'" lanjutnya.
Sumber : Kompas TV, Kompas.com
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.