JAKARTA, KOMPAS.TV - Para terdakwa kasus pembunuhan Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J tampaknya tidak senang dengan vonis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Dari lima terdakwa, empat di antaranya mengajukan banding. Mereka adalah Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Ricky Rizal dan Kuat Ma’ruf.
Namun upaya banding mereka itu berakhir sia-sia. Sebab, majelis hakim Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta menolaknya. Hakim PT DKI Jakarta justru memperkuat hukuman keempat terdakwa sebagaimana putusan pengadilan tingkat pertama.
Baca Juga: Untuk Kepentingan Pembinaan, Ferdy Sambo dan Terpidana Lainnya Dipindah ke Lapas Cibinong
Pengadilan banding tetap menghukum Ferdy Sambo pidana mati. Kemudian, memperkuat vonis 20 tahun penjara Putri Candrawathi. Lalu, tetap menjatuhkan pidana Ricky Rizal 13 tahun penjara dan Kuat Ma’ruf 15 tahun penjara.
Tak patah arang, keempat terdakwa kembali mengajukan upaya hukum lanjutan berupa kasasi. Ricky Rizal orang pertama yang mengajukannya. Disusul Putri Candrawathi, Ferdy Sambo, dan Kuat Ma’ruf.
"Mereka mengajukan permohonan kasasi terhadap putusan banding PT DKI Jakarta," kata Pejabat Humas PN Jakarta Selatan, Djuyamto, Rabu 3 Mei 2023.
Djuyamto menjelaskan Ricky Rizal mengajukan kasasi pada Selasa 2 Mei 2023. Kemudian, Putri Candrawathi pada 9 Mei 2023. Disusul Ferdy Sambo pada 12 Mei 2023. Terakhir, Kuat Ma’ruf pada 15 Mei 2023.
Berbeda dengan banding, upaya hukum kasasi yang diajukan keempat terdakwa itu akhirnya membuahkan hasil. Mahkamah Agung (MA) menganulir hukuman mati Ferdy Sambo menjadi pidana penjara seumur hidup. Selain itu, MA memangkas hukuman Putri Candrawathi, Ricky Rizal dan Kuat Ma’ruf.
Pertimbangan MA: Jasa Kepada Negara
Mahkamah Agung menjelaskan alasan menganulir hukuman mati Ferdy Sambo karena mempertimbangkan riwayat hidupnya. Diketahui, Ferdy Sambo pernah menjadi polisi kurang lebih 30 tahun dengan jabatan terakhir Kadiv Propam Polri.
Karena itu, Sambo dinilai pernah berjasa kepada negara, berkontribusi menjaga ketertiban dan keamanan, serta menegakkan hukum di tanah air. Selain itu, Sambo juga telah mengakui kesalahannya dan menyatakan siap bertanggung jawab atas perbuatannya.
Hal itu dinilai hakim MA selaras dengan tujuan pemidanaan yang ingin menumbuhkan rasa penyesalan bagi pelaku tindak pidana.
"Terhadap pidana mati yang telah dijatuhkan judex facti kepada terdakwa perlu diperbaiki menjadi pidana penjara seumur hidup," demikian tertuang dalam salinan putusan perkara nomor: 813 K/Pid/2023 yang dilansir dari laman MA.
Kemudian, MA juga menjelaskan alasan mengubah hukuman Putri Candrawathi dari 20 tahun menjadi 10 tahun penjara. Itu karena Putri dinilai bukanlah inisiator pembunuhan berencana Brigadir J.
Sejak awal, menurut hakim MA, Putri Candrawathi sudah mengingatkan Ferdy Sambo agar permasalahan diselesaikan tanpa kekerasan. Bahkan, pada waktu di Magelang, Putri disebut berinisiatif memanggil korban dan memaafkan perbuatannya.
Dari segi keadilan, kepastian hukum, dan kemanfaatannya, majelis hakim berpendapat, Putri bukanlah orang yang membunuh Brigadir J. Karena itu, hakim menilai pidana untuk Putri Candrawathi sudah sepatutnya bersifat proporsional sesuai dengan kesalahannya.
Untuk terdakwa Ricky Rizal, hakim memotong hukumannya dari semula 13 tahun menjadi 8 tahun penjara karena dinilai bukanlah pelaku utama.
Hakim menyebut pelaku utama dalam perkara ini adalah Bharada Richard Eliezer dan Ferdy Sambo. Karena itu, hakim membandingkan vonis Ricky Rizal dengan vonis Richard Eliezer yang hanya dihukum 1,5 tahun penjara.
Baca Juga: Alasan MA Anulir Hukuman Ferdy Sambo Jadi Seumur Hidup: Akui Salah dan Mengabdi 30 Tahun
Selain itu, hakim kasasi juga mempertimbangkan posisi Ricky Rizal sebagai ajudan. Secara psikologis, hakim menilai, Ricky Rizal tidak dapat menolak kehendak atasanya Ferdy Sambo.
"Adanya relasi kuasa yang timpang antara terdakwa selaku bawahan dan Ferdy Sambo selaku atasan," ucap hakim.
Ricky Rizal juga dinilai punya keberanian menolak perintah Sambo menjadi eksekutor atau penembak Brigadir J dengan alasan tidak kuat mental.
Terakhir, MA memangkas hukuman Kuat Maruf dari 15 tahun menjadi 10 tahun penjara karena hakim menilai hukuman yang diterima oleh sopir keluarga Ferdy Sambo itu terlalu berat.
MA menilai pidana 15 tahun yang dijatuhkan kepada Kuat Maruf tidak adil apabila dibandingkan dengan hukuman Richard Eliezer.
Pertimbangan lainnya, Kuat Maruf dianggap tidak bisa menolak perintah Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi selaku majikannya karena posisinya yang hanya asisten rumah tangga. Karena itu, ia tak bisa menolak, sehingga turut serta dalam peristiwa pembunuhan Brigadir J.
Kendati begitu, hakim menegaskan kondisi Kuat pada saat itu tidak dapat menghilangkan sifat melawan hukumnya. Tidak pula menggugurkan pertanggungjawaban pidananya. Sebab, hakim kasasi menilai posisi Kuat Ma'ruf pelaku turut serta.
"Demi kepastian hukum yang berkeadilan, maka pidana yang telah dijatuhkan kepada terdakwa perlu diperbaiki untuk diringankan agar lebih adil dan setimpal," kata hakim.
Kekecewaan Keluarga Brigadir J
Samuel Hutabarat, ayah mendiang Brigadir J kecewa berat pembunuh anaknya, Ferdy Sambo, lolos dari hukuman mati. Tak hanya itu, Samuel juga kaget hukuman tiga pelaku lainnya Putri Candrawathi, Ricky Rizal, dan Kuat Ma’ruf turut dipangkas.
Saat mendapat informasi tersebut, Samuel mengibaratkan seperti tersambar petir di siang bolong. Sebab, putusan MA itu sangat mengejutkan. Ia bahkan tak tahu keempat terdakwa pembunuh anaknya mengajukan kasasi di MA, termasuk saat putusan dibacakan. Samuel mengaku baru tahu setelah dihubungi wartawan.
Menurutnya, proses kasasi di MA tidak transparan, sebagaimana yang pernah ia dan keluarganya ikuti saat proses persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta.
Ketika Ferdy Sambo diadili di PN Jaksel, kata dia, pihak keluarga selalu diinformasikan tentang jadwal persidangan beberapa hari sebelumnya. Begitupun saat proses banding di PT DKI Jakarta. Namun, tidak demikian dengan proses kasasi di MA.
Padahal, kata Samuel, pihak keluarganya ingin mengetahui alasan hakim MA mengurangi hukuman para terdakwa pembunuh anaknya.
“Di Mahkamah Agung ini kita ibarat petir di siang bolong, tidak ada angin, tidak ada hujan, ada petir. Bagaimana kita mengetahui secara transparan?” ujar Samuel.
Samuel menilai, seharusnya hukuman para pelaku pembunuhan anaknya Brigdir J tidak dikurangi.
“Itulah yang membuat kami sangat kecewa,” kata Samuel.
Baca Juga: Hukuman Ferdy Sambo Cs Sudah Final, Pengacara Keluarga Brigadir J Pertimbangkan Pengajuan Restitusi
Penasihat hukum keluarga Brigadir J Ramos Hutabarat berpendapat seharusnya hukuman Ferdy Sambo tidak perlu dikurangi. Sebab, tidak ada hal meringankan atas perbuatan Sambo kepada Brigadir J. Berbagai bukti menunjukkan terjadi pembunuhan berencana yang dilakukan Sambo.
Karena itu, kata dia, tak heran bila keluarga Brigadir J amat kecewa dengan putusan MA. Ia menilai putusan tersebut tidak memberikan rasa keadilan bagi keluarga korban. Apalagi, saat melakukan tindak pidana, Ferdy Sambo berstatus sebagai aparat hukum.
“Seharusnya, tak ada keringanan hukuman yang diperoleh Ferdy Sambo,” ujar Ramos.
Ramos menuturkan putusan MA tersebut akan menjadi preseden buruk bagi penegakan hukum di Indonesia.
Sementara Ketua Tim pengacara keluarga Brigadir J, Kamarudin Simanjuntak, mengatakan sudah menduga hal ini akan terjadi. Menurutnya, akan ada lobi-lobi politik dalam putusan MA terhadap hukuman Sambo.
“Sangat kecewa juga kami karena ternyata hakim setingkat MA masih bisa dilobi-lobi dalam tanda petik begitu,” kata Kamarudin.
***
Richard Elizer Pudihang Lumiu atau Bharada E menjadi terpidana pertama yang dieksekusi jaksa. Ia dieksekusi ke Lapas Salemba Jakarta dari Rutan Bareskrim Polri untuk menjalani hukuman 1 tahun 6 bulan penjara pada Senin 27 Februari 2023.
Pemindahan Eliezer dilakukan dengan didampingi Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). Saat Eliezer dieksekusi, sejumlah pendukungnya tampak hadir di Lapas Salemba. Mereka yang menamakan diri Eliezer's Angels terlihat mengenakan kaus bergambar wajah sang justice collaborator itu.
Ditjen Pemasyarakatan Kemenkumham menjelaskan alasan Richard Eliezer dieksekusi ke Lapas Salemba karena sesuai rekomendasi LPSK dan kejaksaan negeri. Menurutnya, penempatan Eliezer di lapas tersebut karena pertimbangan keamanan.
"Penempatan RE (Richard Eliezer) dilaksanakan sesuai rekomendasi LPSK dan Kejari," ujar Kepala Bagian Humas dan Protokol Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM, Rika Aprianti, Senin 27 Februari 2023.
Menyusul Richard, terpidana Ferdy Sambo, Ricky Rizal dan Kuat Maruf juga dieksekusi jaksa ke Lapas Salemba. Eksekusi terhadap Ferdy Sambo, Ricky Rizal dan Kuat Maruf dilaksanakan pada Rabu 23 Agustus 2023.
Sementara itu, istri Ferdy Sambo, Putri Candrawathi dieksekusi ke Lapas Perempuan Kelas IIA Pondok Bambu, Jakarta.
"Pelaksanaan eksekusi berjalan aman dan terkendali berkat pengamanan dari tim Intelijen Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Ketut Sumedana.
Namun demikian, belakangan tempat penahanan Ferdy Sambo, Ricky Rizal, dan Kuat Maruf dan Putri Candrawathi dipindah. Ferdy Sambo, Ricky Rizal dan Kuat Maruf dipindahkan ke Lapas Cibinong. Sedangkan Putri dipindahkan ke Lapas Tangerang.
Koordinator Humas Ditjen PAS Kementerian Hukum dan HAM Rika Aprianti mengatakan pemindahan keempat terpidana itu dilakukan pada 29 Agustus 2023. Keputusan pemindahan itu diambil karena mempertimbangkan faktor pembinaan.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.