Setelah itu, Mahfud mengatakan, situasi menjadi rumit ketika investor mulai masuk ke Pulau Rempang pada 2022.
“Ketika kemarin pada 2022 investor akan masuk, yang pemegang hak itu datang ke sana, ternyata tanahnya sudah ditempati,” ujarnya.
“Maka kemudian, diurut-urut ternyata ada kekeliruan dari pemerintah setempat maupun pemerintah pusat dalam hal ini Kementerian LHK (Lingkungan Hidup dan Kehutanan).”
Oleh karena itu, Mahfud menilai kekeliruan tersebut perlu diluruskan sehingga hak atas tanah itu masih dimiliki oleh perusahaan sebagaimana SK yang dikeluarkan pada 2001 dan 2002.
“Proses pengosongan tanah inilah yang sekarang menjadi sumber keributan. Bukan hak atas tanahnya, bukan hak guna usahanya, bukan,” kata Mahfud.
Baca Juga: Bicara soal Sengketa Lahan di Pulau Rempang, Mahfud MD: Ada Kekeliruan Pemerintah Pusat dan Daerah
“Tapi proses, karena itu sudah lama, sudah belasan tahun orang di situ tiba-tiba harus pergi. Meskipun, menurut hukum tidak boleh, karena itu ada haknya orang, kecuali lewat dalam waktu tertentu yang lebih dari 20 tahun.”
Lebih lanjut, saat ditanya mengenai status tanah yang diduga merupakan tanah ulayat, Mahfud mengaku tidak mengetahui hal itu.
“Gak tahu saya. Gak tahu. Pokoknya proses itu secara sah sudah dikeluarkan oleh pemerintah,” kata Mahfud MD.
Jika memang ada tanah ulayat di Pulau Rempang, Mahfud menyebut, kemungkinan datanya ada di Badan Pertanahan Nasional (BPN) dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
Baca Juga: Respons Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo soal Bentrok Warga dan TNI-Polri di Pulau Rempang
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.