ACEH, KOMPAS.TV - Korban kekejaman anggota Pasukan Pengamanan Presiden atau Paspampres berinisial Praka RM ternyata tidak hanya Imam Masykur (25), melainkan sejumlah pemuda lainnya satu daerah dengan korban yang tinggal di Jakarta.
Demikian hal tersebut diungkapkan oleh ZF, salah satu korban yang juga pernah diculik, dianiaya dan diperas oleh komplotan pelaku Praka RM.
Korban ZF menceritakan pengalaman yang membuatnya trauma hingga kini akibat penculikan, penganiayaan dan pemerasan yang dilakukan oleh Praka RM tersebut.
Baca Juga: Kata Mantan Panglima TNI Andika soal Paspampres Culik dan Bunuh Imam Masykur: Jerat Pasal Berlapis
"Sampai sekarang saya belum berani balik ke Jakarta, Bang. Trauma kali saya," kata ZF, Senin (28/8/2023).
ZF pun menceritakan kronologi penculikan sekaligus penganiayaan dan pemerasan yang dialaminya itu.
Menurut ZF, dirinya ditangkap oleh kompolotan Praka RM dua hari menjelang Idulfitri atau Lebaran pada April 2023. Saat diculik, ZF sedang berjualan di tokonya yang berada di Bekasi, Jawa Barat.
"Saya ditangkap jam 2 siang (14.00 WIB), bulan puasa, dua hari menjelang Idul Fitri," ucapnya kepada Serambinews.com.
ZF mengungkapkan, komplotan yang menculiknya berjumlah empat orang. Salah satu pelaku, kata ZF, menggunakan baju polisi dilengkapi senjata api.
Ia meyakini pelaku yang mengenakan pakaian polisi itu Praka RM. Sementara tiga pelaku lainnya mengenakan kemeja putih. Saat menculik ZF, para pelaku menggunakan masker.
Baca Juga: Motif 3 Anggota TNI Culik dan Bunuh Imam Masykur Belum Bisa Diungkap Secara Lengkap, Ini Alasannya
"Mereka mengaku dari polisi, dan saat berada di mobil, mereka mengaku dari Polda Metro Jaya," ucap ZF.
Ia melanjutkan, saat datang ke tokonya mereka mengamankan telepon seluler atau ponsel, uang yang ada di laci toko, termasuk di celana, dan barang-barang berharga lainnya.
Setelah menculiknya, kata ZF, dirinya dimasukkan ke dalam mobil. Setelah berjalan sekitar 2 kilometer, mobil lantas berhenti.
Saat itu, ZF mengaku bersama seorang perantau dari Aceh lainnya diperintahkan untuk membuka baju. Lalu, mata mereka ditutup dan diperintahkan tidur di bagasi belakang.
"Setelah itu, mereka turun dari mobil mencari sasaran lain, dapat tiga orang lagi dari dua toko. Semuanya juga orang Aceh," ucap ZF.
Sama seperti dirinya, menurut ZF, ketiga orang itu juga disuruh buka baju dan matanya ditutup. Mereka juga diperintahkan tidur di bagasi bersama dua orang lainnya.
Baca Juga: Kadispenad: 3 TNI Pembunuh Imam Masykur akan Dihukum Lebih Berat di Peradilan Militer Ketimbang Umum
"Kami berlima ditidurkan di bagasi berdesak-desakan. Mobil kemudian berjalan pelan-pelan," tutur ZF.
Saat itulah proses negoisasi terjadi. Mereka mengancam kalau tidak ingin cacat harus membayar uang Rp30 juta per orang.
Selanjutnya, satu per satu korban dipanggil untuk pindah ke tengah. Korban kemudian dianiaya oleh Praka RM dengan mencambuk punggungnya menggunakan kabel listrik.
"Saya duluan yang dipukul, karena saya duluan yang ditangkap. Sakitnya luar biasa, saya berulang kali teriak takbir. Saat saya terlalu berontak, saya disetrum hingga lemas," ZF.
Ia menambahkan para pelaku tidak mau mendengar korbannya mengatakan tidak punya uang. Jika berkata demikian, langsung dipukul pelaku.
Di saat seluruh badan sudah luka-luka, permintaan uang yang awalnya Rp30 juta kemudian dikurangi menjadi Rp20 juta.
ZF lalu diperintahkan menghubungi temannya untuk meminta uang. Adapun jumlahnya didikte oleh pelaku di telinga korban.
Baca Juga: Penculik dan Pembunuh Imam Masykur Terlacak dari HP Korban yang Dijual, Ternyata 3 Anggota TNI AD
"Saya kasih Rp8 juta, itu kiriman dari kawan. Uang di ATM juga diambil, Rp800.000, juga di dalam kantong Rp300.000, serta uang yang di laci toko. Totalnya mungkin sekitar Rp 10 juta," ucap ZF.
Korban lainnya yang disekap bersama ZF, disebut ada yang menyetorkan Rp6 juta dan yang paling besar Rp21 juta.
"Jadi mereka memeriksa handphone kami, dan mencari kontak yang berhubungan dengan uang. Kami disuruh hubungi untuk meminta kembali uang itu," ujarnya.
ZF bersama empat orang lainnya kemudian dilepas pukul 02.00 WIB dini hari. Mereka diturunkan di pintu keluar tol Terminal Kampung Rambutan Jakarta.
Karena tak memiliki uang sepeser pun, ZF lalu mendatangi Alfamart meminta tolong agar dipesankan Grab dan dibayar saat sampai di rumah.
"Saat itu saya putuskan pulang kampung. Saya pulang 20 hari kemudian, hanya mengandalkan fotokopi kartu keluarga karena KTP, SIM, handphone diambil mereka," ucap ZF.
Baca Juga: Ibunda Imam Masykur Minta Pembunuh Anaknya Dihukum Mati: Tak Ada Maaf dari Keluarga Kami
ZF mengaku sangat trauma dengan kejadian tersebut. Menurut dia, apa yang dialaminya itu adalah murni perampokan dan pemerasan.
Sumber : Serambinews.com
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.