“Yang saya kasihan adalah sebenarnya Pak SBY. Pak SBY tidak bisa membela terkait data-data itu, tidak bisa memberikan argumen secara langsung karena beliau sudah tidak berkuasa,” tuturnya.
Kedua, lanjut Joko, ia ingin meluruskan data yang dipergunakan Anies. Menurutnya, panjang jalan berbeda dengan panjang jalan yang dibangun. Artinya, jika disebut bahwa panjang jalan nasional adalah 144 kilometer, bukan berarti yang dibangun sepanjang itu.
“Artinya apa? Dari data-data itu sebetulnya adalah data status dan tidak menggambarkan hasil dari capaian pembangunannya. Ini yang perlu kita luruskan, ini yang perlu kita edukasi kepada masyarakat.”
“Itu menggambarkan status dan tanggung jawab dari masing-masing tingkatan pemerintahan terhadap panjang jalan yang ada,” tegasnya.
Baca Juga: Anies Bandingkan Pembangunan Jalan Era SBY dan Era Jokowi di Milad ke-21 PKS
Dia juga menjelaskan bahwa ada tahapan dalam pembangunan jalan, mulai dari land clearing, proses agregat, atau proses pengerasan.
“Dalam konteks ini, kita paling gampang adalah salah satunya yang kita lihat, kalau membangun jalan tol, jalan berbayar, itu dari tidak ada menjadi ada.”
Ia juga membenarkan pernyataan Irwan yang menyebut bahwa di zaman SBY ada peningkatan status jalan dari jalan provinsi atau kabupaten/kota menjadi jalan nasional.
“Saya setuju memang bahwa dulu di zaman Pak SBY ada peningkatan status dari jalan kota atau provinsi menjadi jalan nasional.”
“Tapi sekali lagi, dalam visi Bapak Presiden Jokowi ketika beliau memimpin pertama kali, beliau melihat bahwa dalam perkembangan zaman yang ada ini, dibutuhkan mobilitas yang cepat, logistik yang efisien,” ujarnya.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.