Dalam keterangannya, Muhidin tidak tahu bahwa ada dua unit komputer. Dalam salah satu komputer, berkas putusan diganti, dan berkas putusan di komputer lainnya dibacakan oleh Hakim Saldi Isra.
Menurut Bivitri, sangat janggal jika Muhidin tidak mengetahui kerja dari komputer di ruang sidang, sebab dirinya bukan orang baru di MK.
Selain itu, dalam rekaman CCTV, konsultasi yang dilakukan Guntur hanya kepada Hakim Arief Hidayat. Tidak ke seluruh hakim konstitusi.
Baca Juga: Jokowi Minta Semua Taat Aturan Konstitusi dan UU soal Aswanto Dicopot dari Hakim MK
Hal ini berbeda dengan penilaian Majelis Kehormatan MK bahwa putusan bisa diubah jika dikonsultasikan kepada semua hakim konsitusi.
"Jadi kelihatannya ada kesenjangan fakta yang tidak ditemukan oleh Majelis Kehormatan MK. Dan konsultasi ke semua hakim itu tidak terjadi. Jadi ada hal-hal yang seharusnya tidak mengambil kesimpulan wajar-wajar saja mengubah frasa," ujar Bivitri.
Sebelumnya, Majelis Kehormatan MK memutus Hakim Konstitusi M Guntur Hamzah sebagai hakim terduga terbukti melakukan pelanggaran terhadap kode etik dan perilaku hakim konstitusi, sebagaimana tertuang dalam Sapta Karsa Hutama, dalam hal ini bagian dari penerapan Prinsip Integritas.
Atas pelanggaran tersebut, M. Guntur Hamzah dikenakan sanksi teguran tertulis sebagai Hakim Terduga.
Putusan tersebut tertuang dalam Putusan Majelis Kehormatan MK Nomor 1/MKMK/T/02/2023 yang dibacakan secara langsung oleh Ketua sekaligus Anggota Majelis Kehormatan MK I Dewa Gede Palguna (tokoh masyarakat) dengan didampingi oleh Anggota Majelis Kehormatan MK lainnya, yakni Enny Nurbaningsih (Hakim Konstitusi aktif) dan Sudjito (akademisi).
Putusan dibacakan dalam sidang pembacaan putusan di Ruang Sidang Panel Gedung 1 MK, Senin (20/3/2023).
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.