Kompas TV nasional rumah pemilu

Survei SMRC: Tak Ada Polarisasi di Masyarakat pada Pilpres 2024

Kompas.tv - 16 Maret 2023, 18:43 WIB
survei-smrc-tak-ada-polarisasi-di-masyarakat-pada-pilpres-2024
Kolase foto Ganjar Pranowo dan Anies Baswedan diprediksi bersaing ketat di Pilpres 2024 (Sumber: KOMPAS.com/KRISTIANTO PURNOMO-GARRY LOTULUNG)
Penulis : Rizky L Pratama | Editor : Edy A. Putra

JAKARTA, KOMPAS.TV - Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) memaparkan hasil survei mereka yang menemukan tidak ada polarisasi yang akan terjadi di masyarakat pada Pilpres 2024. 

Pendiri SMRC Saiful Mujani menjelaskan, polarisasi terjadi akibat melemahnya kekuatan moderat sehingga masyarakat terbelah ke dua kutub atau ideologi. 

"Polarisasi adalah melemahnya kekuatan moderat di dalam masyarakat kita ketika kita melihat masyarakat dari dua kutub, misalnya kiri dan kanan di AS," kata Saiful dalam bedah politik yang diunggah di kanal YouTube SMRC TV, Kamis (16/3/2023).

"Kalau di kita tidak relevan kalau bicara kiri dan kanan ya. Yang punya tradisi panjang di kita ideologi itu, ya politik Islam dengan politik nasionalis. Itu yang sering dikontraskan. Atau disebut juga politik aliran."

"Kalau polarisasi terjadi itu sumbernya dari mana? Salah satunya adalah persaingan politik. Yang dikhawatirkan di kita adalah persaingan dalam Pilpres," ujarnya.

Baca Juga: Presiden Panggil Sandiaga di Istana, Pengamat: Jokowi Ingin Sandi Mengalah di Pilpres 2024

Mengenai apakah polarisasi akan terjadi dalam Pemilu Presiden 2024, Saiful kemudian menjelaskan, yang harus dilihat dulu adalah bagaimana posisi ideologis masyarakat di Indonesia. 

Dalam survei yang dilakukannya, SMRC bertanya kepada masyarakat tentang ideologi mereka. Penilaian dilakukan dalam skala 0-10. Jika mendekati skor 10, berarti ingin dengan ideologi Islam, sementara jika mendekati angka 0 berarti ingin dengan ideologi Pancasila.

Hasilnya, masyarakat Indonesia banyak berada di tengah atau moderat. 

"Skor rata-rata yang kita dapatkan adalah 4,6 dalam skala 0-10. Jadi di masyarakat kita ada kecenderungan ke Pancasila. Untuk mengatur negara skornya di bawah 5. Jadi lebih cenderung pada Pancasila dan UUD 45, bukan politik Islam. Ini secara nasional ya, lepas dari agamanya apa, lepas dari daerahnya apa," jelasnya. 

Baca Juga: Peneliti CSIS Sebut 3 Alasan Prabowo-Ganjar Duet di Pilpres 2024, Bakal Menang jika Lawannya Anies

"Tapi ada yang cukup menonjol itu di skor 5, dengan 28,5 persen. Kalau gambaran seperti ini, secara keseluruhan secara ideologis itu, masyarakat tidak terpolarisasi, tidak terbelah, moderat."

"Ini mencerminkan kurva normal, itu artinya tidak terjadi polarisasi dalam ideologi kita. Jadi dilihat tanpa intervensi apa-apa, masyarakat kita itu moderat dalam hal ideologi meski sedikit cenderung ke Pancasila," terangnya. 

Akan tetapi, Saiful juga menuturkan, keadaan normal di masyarakat yang tidak terjadi polarisasi ini bisa rusak kalau ada intervensi. Salah satu intervensi yang bisa merusak masyarakat menjadi terpolarisasi adalah persaingan politik. 

Saiful kemudian memaparkan hasil survei apabila Pilpres 2024 menghadapkan Anies Baswedan dan Ganjar Pranowo. Apakah masyarakat terbelah? Ternyata jawabannya adalah tidak. 

"Anies dan Ganjar soal ideologi tidak ada bedanya. Pemilih Anies dan Ganjar polanya sama, umumnya di tengah. Jadi tidak terjadi polarisasi ideologis," ucapnya. 

Hal serupa juga terjadi apabila Pilpres 2024 mempertemukan Anies dan Prabowo Subianto. Masyarakat Indonesia lagi-lagi menunjukkan tidak ada polarisasi. 

Maka dari itu, Saiful menyimpulkan isu polarisasi yang muncul hanyalah kekhawatiran kelompok tertentu saja.

Baca Juga: Pengamat: Hasrat Politik PDI-P dan Gerindra Ganjal Duet Ganjar-Prabowo di Pilpres 2024

Masyarakat Indonesia, kata dia, melihat persaingan pada elite politik tidak menjadi alasan bagi mereka untuk terpecah atau terbelah. 

"Jadi selama ini, isu polarisasi itu hanyalah kekhawatiran kelompok tertentu saja. Polarisasi itu muncul di persaingan antara elite politik," lanjutnya.

"Yang dikhawatirkan bukan persaingan di antara elitenya, itu mereka biasa adu pendapat, adu argumen dan seterusnya."

"Yang dikhawatirkan itu perbedaan di elite berpengaruh pada massa yang sangat luas. Jadi terbelahnya elite membuat masyarakat luas terbelah. Itu yang dikhawatirkan. Tapi data empiris menunjukkan tidak ada itu."

"Masyarakat tidak melihat itu sebagai sumber harus terbelahnya mereka sebagai anak bangsa. Ini normal dan sehat masyarakat kita dalam hal ini," pungkasnya.  

Baca Juga: Isu Duet Pilpres 2024: Ganjar-Prabowo, Tapi Siapa Cawapresnya?


 




Sumber : Kompas TV




BERITA LAINNYA



FOLLOW US




Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.


VIDEO TERPOPULER

Close Ads x