JAKARTA, KOMPAS.TV - Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dianggap dapat menguntungkan para terpidana mati. Termasuk Ferdy Sambo, salah satu terdakwa pembunuhan berencana terhadap Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J.
Lantas apakah wajar jika Ferdy Sambo yang kini mengajukan banding atas vonis mati Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dan para terpidana mati lainnya mendapatkan keringanan hukuman, setelah KUHP Baru berlaku pada 2 Januari 2026 mendatang?
Guru Besar Hukum Pidana UGM Prof Edward Omar Sharif Hiariej angkat bicara terkait hal itu sekaligus menyatakan salah satu visi dari KUHP adalah reintegrasi sosial.
Menurutnya para terpidana mati pastinya menginginkan adanya kesempatan kedua untuk menjadi baik.
Baca Juga: Lawan Vonis Mati, Ferdy Sambo Ajukan Banding ke Pengadilan Tinggi DKI Jakarta
Dengan adanya KUHP baru maka ada keuntungan bagi para terpidana mati untuk berkesempatan mengubah dirinya menjadi baik.
"Salah satu visi dari KUHP adalah reintegrasi sosial," ujar Prof Eddy, sapaan akrab Edward Omar, di program Rosi KOMPAS TV bertema Vonis Polisi 'Taat' Sambo, Kamis (23/2/2023) malam.
Prof Eddy, menjelaskan konstruksi Pasal 100 KUHP baru yang menjelaskan keringanan pidana mati menjadi hukuman seumur hidup merujuk kepada putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tahun 2007.
Hakim MK dalam mengambil putusannya juga terdapat dissenting opinion atau perbedaan pendapat hakim melihat pidana mati.
Baca Juga: Ada Kekhawatiran Hukuman Mati Sambo Tidak Terlaksana Akibat KUHP Baru, Ini Kata Pengamat Hukum!
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.