JAKARTA, KOMPAS.TV - Pengamat politik Pangi Syarwi meyakini pertemuan Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh dan Presiden Joko Widodo (Jokowi) membahas reshuffle dan kontrak komitmen politik. Ia berpendapat Jokowi mempertanyakan komitmen Nasdem dalam mengawal pemerintahan Presiden Jokowi sampai 2024.
“Setelahnya ada reshuffle, bisa saja, tapi mungkin cari jalan tengah, tidak langsung konfrontasi. Karena setahu saya, presiden selalu mengambil jalan diplomasi, tidak mau konfrontasi,” ujarnya, Sabtu (28/1/2023).
Menurut Pangi Syarwi, sejauh ini Jokowi selalu mengambil rute jalan stabilitas politik dan bukan grasak-grusuk. Reshuffle yang tanpa pertimbangan, tanpa kalkulasi, atau sesuka Jokowi itu sebenarnya hak prerogatif presiden.
“Tapi itu bisa memantik ketidakstabilan politik dalam pemerintahan Jokowi,” ucapnya.
Baca Juga: Pertemuan Surya Paloh dan Jokowi, Aria Bima Sebut Hubungan Keduanya Tidak Bisa Dikalkulasi
Terlebih, selama ini Nasdem sudah banyak membantu di pemerintahan, ikut program kebijakan, termasuk sudah mengantarkan Jokowi menjadi presiden dua periode.
“Saya pikir itu harus betul-betul berhati-hati untuk menemukan persamaan kepentingan atau kemudian ada yang sedikit menteri yang dikurangi, tapi kalau ekstrem tidak, menurut saya begitu,” tuturnya.
Pangi Syarwi juga menyoroti menteri dari Nasdem yang dipanggil Surya Paloh serta Nasdem yang bertandang ke Sekber Gerindra-PKB. Ia menilai hal ini menarik dan menjadi sebab akibat serta bentangan empiris yang berkaitan.
“Jadi satu peristiwa itu tidak satu saja, jadi banyak-banyak peristiwa yang saling berkaitan,” ujarnya.
Melalui peristiwa ini ia meyakini ada kemajuan di koalisi perbuahan yang semakin solid. Alasannya, pertama Nasdem secara resmi mengumumkan akan mengusung Anies Baswedan sebagai capres 2024 tanpa syarat. Artinya, tidak harus dengan AHY, tidak harus kawin silang atau paksa.
“Nah ini adalah yang cukup, koalisi yang berbasis kepada programatik, persamaan kepentingan, kebijakan, legacy, dan prinsip-prinsip pembangunan. Itu koalisi paling bagus, bukan berbasis transaksional dan pragmatis,” ucapnya.
Sementara, dalam koalisi berbasis kandidat, kalau tidak diusung kadernya, maka tidak jadi berkoalisi. Kalau mau berkoalisi harus bersyarat.
“Ini menurut saya, tidak kuat. Basis koalisinya gampang mengalami patahan di tengah jalan. Dan koalisi tidak bertahan lama,” kata Pangi Syarwi.
Baca Juga: Pertemuan Surya Paloh dan Jokowi di Istana Merdeka, Sekjen Nasdem Sebut Sudah 3 Bulan Tidak Bertemu
Ia berpendapat, koalisi jangan sampai hilang arah, harus jelas rute perjuangannya, supaya koalisi itu bisa permanen dan kuat.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.