JAKARTA, KOMPAS.TV - Wakil Presiden ke-10 dan ke-12 Republik Indonesia, Jusuf Kalla menyebut mekanisme sistem pemilu terbuka yang saat ini diterapkan sudah tepat, namun ada yang perlu dihindari.
"Jadi (sistem proporsional terbuka) sudah benar itu terbuka, tapi memang harus dihindari soal negatifnya," kata laki-laki yang akrab disapa JK itu di kawasan Mampang Prapatan, Jakarta, Senin (9/1/2023) dilansir dari Kompas.com.
JK tak menjelaskan lebih jauh terkait maksud dari sisi negatif sistem pemilu proporsional terbuka. Ia hanya mengibaratkan sisi negatif sistem pemilu terbuka itu bagai jeruk makan jeruk.
"Tapi kemudian timbul negatifnya yang terbuka itu, 'jeruk makan jeruk'," kata JK.
Ketua Dewan Masjid Indonesia itu bahkan mengklaim dirinya yang mengusulkan sistem Pemilu dilakukan dengan proporsional terbuka.
"Dulu kan tertutup ya. Pertama kali yang mengusulkan terbuka saya. Supaya orang mengetahui orang yang dia pilih," kata Ketua Palang Merah Indonesia nasional itu.
Sistem proporsional terbuka, kata JK, membuat calon anggota legislatif berkampanye sendiri.
Baca Juga: Duduk Perkara Uji Materiil UU Pemilu di MK Terkait Wacana Sistem Pemilu Proporsional Tertutup
Sebelumnya, polemik wacana sistem pemilu proporsional tertutup menuai berbagai tanggapan dari pegiat politik di Indonesia.
Pasalnya, terdapat permohonan uji materiil Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu di Mahkamah Konstitusi (MK) terkait sistem pemilu proporsional terbuka yang dinilai bertentangan dengan UUD 1945.
Informasi terkait gugatan UU Pemilu itu diungkapkan oleh Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU), Hasyim Asy'ari, dan menuai berbagai komentar.
Delapan partai politik (parpol) juga dengan tegas menyatakan sikap penolakan atas wacana sistem pemilu proporsional tertutup itu.
Kedelapan parpol itu terdiri dari Partai Golkar, Gerindra, Nasdem, PKB, Demokrat PKS, PAN dan PPP.
“Pertama, kami menolak proporsional tertutup dan memiliki komitmen untuk menjaga kemajuan demokrasi di Indonesia yang telah dijalankan sejak era reformasi,” ujar Ketua Umum Partai Golkar, Airlangga Hartarto, Minggu (8/1/2023).
Baca Juga: Sistem Pemilu Proporsional Tertutup Ditolak 8 Parpol, Puan: Ya Silakan Saja, MK Memutuskan
Sementara itu, berdasarkan informasi yang dihimpun KOMPAS.TV dari situs MK, gugatan yang dilayangkan oleh dua kader partai politik dan empat perseorangan itu akan disidangkan kembali pada 17 Januari 2023 mendatang.
Sidang yang akan datang akan mendengarkan keterangan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Presiden, dan KPU.
Para pemohon terdiri dari Pengurus PDIP Demas Brian Wicaksono, anggota Partai Nasional Demokrat (Nasdem) Yuwono Pintadi, Fahrurrozi, Ibnu Rachman Jaya, Riyanto, serta Nono Marijono.
Mereka mendalilkan Pasal 168 ayat (2), Pasal 342 ayat (2), Pasal 353 ayat (1) huruf b, Pasal 386 ayat (2) hutuf b, Pasal 420 huruf c dan huruf d, Pasal 422, Pasal 424 ayat (2), Pasal 426 ayat (3) bertentangan dengan UUD 1945.
Sumber : Kompas TV/Kompas.com
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.