Kepuasan publik terhadap kinerja Jokowi juga tak dapat dijadikan alasan untuk memperpanjang kekuasaan atau masa jabatan presiden.
Pasalnya, hasil survei SMRC menunjukkan publik yang puas dengan kinerja jokowi menolak perubahan masa jabatan presiden.
Survei SMRC pada Mei 2021, September 2021, Maret 2022, dan Oktober 2022 menunjukkan, mayoritas publik ingin mempertahankan ketentuan masa jabatan presiden hanya dua kali.
Dalam empat kali survei tersebut, rata-rata 77 persen publik ingin ketentuan itu dipertahankan. Sementara yang ingin mengubahnya hanya 13 persen.
Pada survei yang dilakukan pada Oktober 2022, sebanyak 59 persen masyarakat tidak setuju atau sangat tidak setuju jika Jokowi kembali mencalonkan diri menjadi presiden untuk ketiga kalinya.
“Bahwa konstitusi menyatakan hanya dua periode, ya itulah yang ditaati oleh masyarakat. Inilah yang disebut sebagai demokrasi konstitusional, bahwa demokrasi kita didasarkan pada konstitusi dan aturan-aturan yang berlaku,” jelas Saiful.
Baca Juga: Saiful Mujani Sebut PDI P Lebih Baik Usung Ganjar Dibandingkan Puan, Ini Analisisnya
Guru besar ilmu politik Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta itu juga menyebutkan, wacana perpanjangan masa jabatan presiden yang diucapkan oleh elite politik menunjukkan aspirasi publik mulai diabaikan.
“Itu adalah jalan menuju otoritarianisme,” kata Saiful.
Oleh karena itu, Saiful Mujani mengimbau masyarakat untuk waspada dan tetap memiliki komitmen pada demokrasi konstitusional.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.