JAKARTA, KOMPAS.TV - Pengacara atau penasihat hukum Richard Eliezer Pudihang Lumiu alias Bharada E, Ronny Talapessy, sempat bertanya kepada ahli hukum pidana Effendi Saragih tentang doenpreger dalam sidang lanjutan kasus pembunuhan berencana Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J, Rabu (21/12/2022).
“Saya membaca BAP dari Pak Effendi yang menjelaskan terkait dengan syarat-syarat doenpleger, bisa saudara ahli jelaskan syarat-syarat doenpleger?” tanya Ronny di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu.
Effendi Saragih menjawab, doenpleger adalah orang yang melakukan perbuatan dengan perantara orang lain.
“Namanya doenpleger itu adalah dalam arti menyuruh melakukan tindak pidana. Syarat-syaratnya itu adalah bahwa yang disuruh tidak bisa dimintakan pertanggungjawaban,” ucap Effendi.
“Dan yang disuruh itu hanya merupakan sebagai alat dan tentu saja alat itu dalam bentuk orang, dan orang itulah yang melakukan perbuatan itu sendiri,” ujarnya.
Baca Juga: Ahli Pidana di Sidang Ferdy Sambo: Alat Doenpleger Tidak Bisa Diminta Pertanggungjawaban Pidana
Sebagaimana telah diberitakan, para terdakwa kasus pembunuhan berencana Brigadir J didakwa dengan pasal pembunuhan berencana di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Lima terdakwa, yakni Bharada E, Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Ricky Rizal Wibowo, dan Kuat Ma'ruf didakwa Pasal 340 subsider Pasal 338 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 juncto Pasal 56 ke-1 KUHP.
Di dalam buku "Dasar-Dasar Hukum Pidana di Indonesia" yang ditulis oleh Fitri Wahyuni, 2017, dijabarkan bahwa Pasal 55 dan 56 KUHP mengatur pembagian penyertaan kejahatan.
Penyertaan kejahatan atau tindakan pidana dibagi menjadi dua dalam Pasal 55 dan 56 KUHP, yakni pembuat dan pembantu.
Bunyi Pasal 55 KUHP:
(1) Dipidana sebagai pelaku tindak pidana:
(2) Terhadap penganjur, hanya perbuatan yang sengaja dianjurkan sajalah yang diperhitungkan, beserta akibat-akibatnya.
Bunyi Pasal 56 KUHP:
Dipidana sebagai pembantu kejahatan:
Berdasarkan Pasal 55 dan Pasal 56 KUHP tersebut, penyertaan kejahatan atau pidana terbagi menjadi dua, yaitu pembuat dan pembantu.
Pembuat diatur dalam Pasal 55 KUHP yaitu plegen (mereka yang melakukan), doenplegen (mereka yang menyuruh melakukan) medeplegen (mereka yang turut serta melakukan), dan uitlokken (mereka yang menganjurkan).
Sedangkan pembantu diatur di dalam Pasal 56 KUHP yaitu pembantuan pada saat kejahatan dilakukan dan pembantuan sebelum kejahatan dilakukan.
Baca Juga: Ahli Ringankan Ferdy Sambo Perkuat Pendapat soal Orang yang Disuruh 'Doenpleger' Tak Bisa Dipidana
Pleger dapat diartikan sebagai pelaku. Menurut Hazawinkel Suringa, pelaku adalah setiap orang yang dengan seorang diri telah memenuhi semua unsur seperti yang ditentukan dalam rumusan delik, oleh karena itu pelaku bukanlah seorang yang turut serta (deelnemer) namun dapat dipidana bersama-sama melakukan suatu perbuatan pidana.
Hazawinkel menerangkan, pleger tetap dapat dihukum apabila telah memenuhi semua unsur dari delik sebagaimana telah ditentukan di dalam rumusan delik yang bersangkutan, juga tanpa adanya ketentuan pidana yang mengatur masalah deelneming itu.
Baca Juga: Psikolog Forensik Beberkan Hasil Kepribadian Bharada E, Ricky Rizal, dan Kuat Maruf di Persidangan
Doenpleger merupakan istilah bagi orang yang menyuruh orang lain melakukan tindakan pidana.
Seseorang yang menyuruh orang lain melakukan suatu perbuatan, sama artinya dengan melakukan perbuatan itu sendiri. Menyuruh berarti ada auctur intelectualis (aktor intelektual) yang mengarahkan atau mengendalikan auctur physicus (pembuat materiil) untuk melakukan tindak pidana.
Auctur intelectualis tidak berperan secara nyata dalam tindak pidana tersebut, karena menggunakan auctur physicus sebagai alat.
Menurut Simons, auctur physicus tidak dapat dipertanggungjawabkan karena sejumlah faktor, di antaranya melakukan tindakan pidana karena terpaksa dan tidak mampu melawan atau dalam melakukan perbuatannya tidak memenusi salah satu dari unsur tindak pidana yang dirumuskan undang-undang.
Senada, Moeljatno juga menyebut auctur physicus tidak dapat dipertanggungjawabkan karena, salah satunya, tidak mempunyai kesengajaan atau kemampuan bertanggung jawab.
Menurut Memorie van Toelichting (MvT) Belanda, orang yang disuruh melakukan kejahatan itu tidak dapat dipidana, karena tidak berdaya.
Baca Juga: Psikolog Forensik Ungkap Profil Ferdy Sambo: Cerdas, Butuh Dukungan Orang Lain, Bisa Dikuasai Emosi
Ada tiga syarat penting dalam doenplegen. Pertama, alat yang dipakai untuk melakukan suatu perbuatan pidana adalah orang. Kedua, orang yang disuruh tidak mempunyai kesengajaan, kealpaan atau kemampuan bertanggungjawab. Ketiga, sebagai konsekuensi syarat kedua adalah bahwa orang yang disuruh melakukan tidaklah dapat dijatuhkan pidana.
Menurut R. Sugandi dalam buku "KUHP dan Penjelasanya", medeplegen diartikan sebagai melakukan bersama-sama. Setidaknya harus ada dua orang pelaku dalam tindak pidana, yakni yang melakukan dan turut melakukan.
Mahrus Ali menyebut, medepleger adalah dua orang atau lebih yang semuanya terlibat aktif dalam suatu kerja sama pada suatu perbuatan pidana.
Istilah uitolokking artinya menganjurkan atau menggerakkan, sedangkan orang yang menganjurkan atau menggerakkan disebut uitlokker.
Mirip dengan bentuk doenplegen, bentuk penyertaan uitlokking terdapat dua orang atau lebih yang masing-masing berkedudukan sebagai orang yang menganjurkan dan orang yang dianjurkan.
Sumber : Kompas TV/Dasar-Dasar Hukum Pidana di Indonesia
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.