JAKARTA, KOMPAS.TV - Ahli hukum pidana yang dihadirkan tim kuasa hukum keluarga Ferdy Sambo berpendapat tidak adanya visum bukan berarti dugaan perkosaan terhadap korban tidak terjadi.
Ahli dari Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta Mahrus Ali menjelaskan, sejumlah faktor yang membuat korban tidak mau di visum karena aib, sehingga termasuk viktimologi.
Pendapat Mahrus Ahli pun mendapat tanggapan seorang aktivis perempuan Irma Hutabarat. Irma menilai ahli dalam menyatakan pendapatnya tidak melihat kasus yang terjadi sudah berubah.
Ia mengingatkan sebelumnya kubu Ferdy Sambo menyebut ada pelecehan seksual yang dialami oleh Putri Candrawathi, saat dipersidangan berubah menjadi perkosaan.
Baca Juga: [FULL] Jaksa Tanyakan Hal ini ke Ahli Pidana Ringankan Ferdy Sambo..
Menurut Irma dalam kedua kata tersebut berbeda dari segi tindakan yang dilakukan. Dalam UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) pelecehan dibagi menjadi dua yakni fisik dan non-fisik. Ancaman hukuman terhadap keduanya juga berbeda.
Sedangkan perkosaan dalam UU TPKS masuk kategori tindakan kekerasan seksual berupa fisik. Dalam KUHP dijelaskan perkosaan yakni memaksa seorang wanita bersetubuh.
Untuk memastikan ada atau tidaknya perkosaan terhadap seseorang yang dilakukan orang lain, maka harus ada pemeriksaan fisik untuk dijadikan pegangan hukum.
"Perkosaan itu adanya penetrasi secara paksa. Kedokteran lah yang bisa mengetahui ada penetrasi dengan kekerasan. Saya enggak ngerti korban ini dokter tapi tidak mau visum," ujar Irma pada program Kompas Malam KOMPAS TV, Kamis (22/12/2022).
Baca Juga: Ahli Pidana Meringankan Ferdy Sambo: Hasil Poligraf Tidak Valid Kalau Dasarnya Peraturan Kapolri
Irma juga menilai ada kejanggalan dengan alasan Putri Candrawathi tidak ingin melakukan visum. Kejanggalan itu terjadi saat Putri menelepon Ferdy Sambo dan meminta tidak menghubungi pihak lain terkait perisitwa dugaan perkosaan di Magelang.
Sambo telah menyarankan untuk memanggil petugas, namun Putri meminta agar hal tersebut tidak dilakukan.
"Kalau seseorang mengalami perkosaan dan telepon suami artinya membutuhkan solusi membutuhkan bantuan, lalu kenapa tidak mau panggil polisi, tapi jawabaan Putri 'sudah tenang'," ujar Irma.
"Kalau orang diperkosa nggak ada yang tenang. Harusnya ahli melihat kronologi urgensi dari Putri mengadu ke Sambo tapi yang mengadu mengatur, keduanya juga sama-sama tahu hukum," imbuhnya.
Baca Juga: Pembunuhan Yosua Disengaja atau Berencana? Ini Ulasan Ahli Pidana di Sidang Ferdy Sambo
Lebih lanjut Irma meminta kejanggalan dugaan perkosaan ini tidak terus menerus dilanjutkan oleh kubu Ferdy Sambo sebagai dasar dari penembakan Brigadir J.
Menurutnya hakim memiliki pandangan hukum terkait ada atau tidaknya perkosaan yang diklaim Putri Candrawathi dilakukan oleh Novriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.