JAKARTA, KOMPAS.TV - Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nurul Ghufron akhirnya dihadapkan pada pahitnya Undang-Undang KPK versi revisi.
Lantaran, Nurul Ghufron mengajukan judicial review untuk Undang-Undang KPK versi revisi ke Mahkamah Konstitusi.
Hal tersebut disampaikan Peneliti ICW Lalola Easthr dalam keterangan tertulisnya kepada KOMPAS TV, Selasa (15/11/2022).
“Sekarang toh Nurul Ghufron sudah merasakan sendiri 'pahitnya' UU KPK versi revisi,” ucap Lalola.
Tapi Lalola menyadari, langkah Nurul Ghufron untuk melakukan judicial review tidak lebih karena ingin maju lagi sebagai pimpinan KPK periode berikutnya.
“Kalau enggak, ngapain dia repot-repot uji materiel Pasal 29 UU KPK ke MK,” kata Lalola.
Baca Juga: Diduga Salahgunakan Dana BCIF, Segini Besaran Gaji Bekas Pimpinan Yayasan Aksi Cepat Tanggap
Sebab, kata Lalola, sejak awal ada wacana revisi UU KPK, ICW dan organisasi masyarakat sipil lain sudah menolak pembahasan dan pengesahannya.
“Salah satu pasal yang kami tolak adalah pasal yang sekarang diujikan oleh Nurul Ghufron ke MK, yaitu soal usia minimal seseorang untuk mencalonkan diri sebagai pimpinan KPK,” ujar Lalola.
“Hal ini tentu harus jadi pengingat bagi kita bahwa UU KPK hasil revisi sangat bermasalah, padahal ketika UU KPK 2019 berlaku, Nurul Ghufron juga termasuk salah seorang yang menyatakan bahwa tidak ada masalah dalam UU tersebut.”
Sebelumnya, Ketua IM57+ Institute Praswad Nugraha juga memberi penilaian atas tindakan Nurul Ghufron yang mengajukan judicial review ke MK.
Bagi Praswag, sikap Nurul Ghufron tidak konsisten dalam menyikapi UU KPK versi revisi. Sebab, masih jelas teringat, pada 17 September 2019, Nurul Ghufron menegaskan bahwa sebagai pimpinan KPK siap melaksanakan UU KPK hasil revisi tanpa adanya reservasi.
Baca Juga: Pengacara RE: Ferdy Sambo Intimidasi Richard Eliezer Sampai di Depan Ruangan Kapolri
Tidak hanya itu, Praswad menambahkan Nurul Ghufron juga siap menjalankan UU KPK hasil revisi walaupun banyak sekali kritik terhadap substansi UU.
“Dengan gagah berani, Nurul Ghufron mengatakan bahwa KPK hanyalah pelaksana UU namun sekarang karena UU KPK mengusik terkait hal pribadinya, Nurul Ghufron langsung mengajukan revisi UU dengan klausul khusus yang akan menguntungkan dirinya,” ucap Praswad.
Atas dasar itu, Praswad pun menegaskan kepada Nurul Ghufron bahwasanya yang duduk sebagai pimpinan KPK seyogyanya adalah pejuang pemberantasan korupsi, bukan pencari kerja.
“Pimpinan KPK adalah pejuang terdepan dalam perang pemberantasan korupsi, bukan pencari kerja,” tegas Praswad.
“Mengajukan perubahan UU KPK ke Mahkamah Konstitusi harusnya dilakukan demi berjalannya pemberantasan korupsi secara tegak lurus di Indonesia, bukan untuk kepentingan pribadi agar bisa mendaftar kembali sebagai pimpinan tahun depan.”
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.