JAKARTA, KOMPAS.TV - Polri mengakui bahwa personelnya menggunakan sejumlah gas air mata kedaluwarsa dalam peristiwa tragis yang merenggut 131 jiwa di Stadion Kanjuruhan, Malang, 1 Oktober 2022 lalu. Adanya gas air mata kedaluwarsa di Kanjuruhan dikonfirmasi oleh Kadiv Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo pada Senin (10/10/2022).
Irjen Dedi mengaku belum tahu berapa unit gas air mata kedaluwarsa yang ditembakkan pada 1 Oktober lalu. Menurutnya, temuan in masih perlu didalami lebih lanjut.
“Saya belum tahu jumlahnya tapi masih didalami oleh labfor (laboratorium forensik) tapi ada beberapa,” kata Dedi pada Senin (10/10).
Meskipun menggunakan gas kedaluwarsa di Kanjuruhan, ternyata Polri memiliki anggaran ratusan miliar untuk membeli gas air mata pada tahun ini. Menurut informasi di platform Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) Polri, anggaran untuk membeli pelontar dan amunisi gas air mata pada 2022 mencapai Rp160 miliar lebih.
Baca Juga: Gas Air Mata Picu Ratusan Kematian di Lima 1964 dan Accra 2001, Polisi di Kanjuruhan Mengulanginya
Polri membuat empat kali tender pengadaan pelontar dan amunisi gas air mata sepanjang Januari 2022. Tender pertama, 3 Januari 2022, dengan nama paket "Pengadaan Gas Air Mata Kal. 38mm (Smoke)" menghabiskan biaya Rp. 19.965.953.150 (19,96 miliar). Pengadaan kedua, 11 Januari 2022, dengan nama paket "Pengadaan Pelontar dan Gas Air Mata" selesai dengan harga kontrak mencapai Rp29.954.679.600 (29,95 miliar).
Sementara itu, pada 17 Januari 2022, Polri membuat dua tender, yakni "Pengadaan Launcher Gas Air Mata Program APBN T.A. 2022" yang menghabiskan uang negara sebanyak Rp41.014.800.000 (41 miliar) dan "Pengadaan Amunisi Gas Air Mata Program APBN T.A. 2022" dengan nilai kontrak Rp68.586.000.000 (68,5 miliar).
Jenis dan jumlah gas air mata yang digunakan polisi dalam Tragedi Kanjuruhan menjadi sorotan belakangan ini. Hingga lebih sepekan usai kejadian, gas air mata masih menerakan dampak kepada para penyintas.
Anggota Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF), Akmal Marhali, usai mengunjungi korban luka Tragedi Kanjuruhan, menyebut para korban mengalami perubahan warna retina mata dua hari seusai kejadian.
“Korban yang kita datangi menyampaikan awalnya tidak masalah, dua hari setelah kejadian retina yang putih menjadi hitam,” kata Akmal, Minggu (9/10) kemarin.
Irjen Dedi sendiri membantah dugaan bahwa gas air mata kadaluwarsa menyebabkan luka yang tak kunjung sembuh usai berhari-hari. Ia menyebut gas air mata kadaluwarsa justru memuat efektivitas lebih rendah.
"Gas air mata ini jika expired (kedaluwarsa) ditembakkan, justru kadar kimianya berkurang. Secara kimia kemampuannya akan menurun," kata Dedi.
Di lain sisi, Dedi menyatakan bahwa korban jiwa dalam Tragedi Kanjuruhan tidak disebabkan oleh gas air mata, tetapi karena kekurangan oksigen.
"Gas air mata meskipun dalam tingkatan tinggi tidak mematikan," kata Dedi.
"Penyebab kematian adalah kekurangan oksigen. Karena apa? Terjadi berdesak-desakan, kemudian terinjak-injak, bertumpuk-tumpukan yang mengakibatkan kekurangan oksigen pada pintu 13, 11, 14, dan pintu 3," lanjutnya.
Baca Juga: Temuan Awal Kontras Terkait Tragedi Kanjuruhan: Ada Mobilisasi Pasukan yang Membawa Gas Air Mata
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.