JAKARTA, KOMPAS.TV- Politikus Partai Demokrat Herman Khaeron menolak Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dikatakan "playing victims" dengan pernyataannya soal dugaan Pemilu 2024 disetting tidak adil dan tidak jujur.
Pernyataan itu disampaikan Herman Khaeron dalam Sapa Indonesia Pagi KOMPAS TV, Senin (19/9/2022).
“Saya juga mengikuti ya dari awal, jadi saya juga tahu apa yang dimaksud Pak SBY, jadi tidak ada indikasi playing victims,” ucap Herman Khaeron.
Bagi Herman, pernyataan yang disampaikan SBY dengan kapasitasnya sebagai Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat sekaligus presiden dua periode adalah wajar kepada kadernya.
Bahwa, kata Herman, kader Partai Demokrat harus semangat untuk menghadapi Pemilu 2024.
Baca Juga: Aria Bima sebut SBY Gunakan Strategi Playing Victims: Indikasi Pemilu Tak Jujur, Dia Terbayang 2004
“Dan yang kedua tentu ada informasi yang ini ada indikasi ke depan bahwa akan ada setting dan jangan juga bahasanya dimodifikasi menjadi curang,” ujar Herman.
“Bahasanya Pak SBY tentu mengatur pada prinsip dasar pemilu, pemilu itu kan luber dan jurdil.”
Dalam pernyataannya, Herman meyakini, indikasi pemilu disetting tentu disampaikan karena SBY memiliki dasar.
“Kalau melihat daripada perjalanan pemilu 2024, ya bagaimana kita bisa melihat opini publik yang kemudian dibangun berbagai pihak, narasi-narasi yang dibangun berbagai pihak, memang ada arah ke sana,” kata Herman.
“Dan ini bukan berarti pula, jangan diartikan pula bahwa kalau dua calon itu demokratis, bukan itu persoalannya, persoalannya adalah dua juga demokratis, tetapi ini kan disetting, ada upaya untuk dapat ke sana dan bahasa jelas apa yang disampaikan Pak SBY, bahwa bisa terjadi.”
Baca Juga: Aria Bima soal Kejujuran di Pemilu, Jokowi dan Megawati Berbeda dengan SBY: Tidak Pernah Mengatur
Sebelumnya, Politikus PDI Perjuangan Aria Bima menilai SBY masih menerapkan strategi playing victims dalam pemilu 2024.
“Karena biasa menggunakan strategi playing victims itu, Pak SBY,” ucap Aria Bima.
Bagi Bima, apa yang disampaikan SBY soal dugaan adanya ‘settingan’ pada Pemilu 2024 lebih karena bentuk refleksi diri.
Sebab, kata Aria Bima, SBY pada Pemilu 2004-2009 pernah mengatur bagaimana saat itu hanya ada dua pasangan kandidat saja.
“Saya tidak mengerti Pak SBY dengan statement itu, apa yang dikatakan bahwa akan terjadi gejala tidak jujur dan tidak adil apa dia terbayang sewaktu 2004 ke 2009, dia juga mengatur-atur untuk calonnya dua,” ungkap Aria Bima.
“Menurut saya mungkin dia ketakutan dengan hal-hal yang pernah dilakukan sendiri oleh Pak SBY, mungkin ini ya, kalau menurut saya calon dua itu adalah bagian dari proses konstitusi. Bahwa calon ini nanti adalah pemenangnya 50 persen plus 1.”
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.