“Alasan ketiga, setiap orang, setiap tersangka tentunya memiliki target hukum masing-masing. Secara umum, mereka ingin agar bebas murni. Tapi sepertinya itu tidak realistis, maka targetnya diubah.”
“Ya, berharap tidak hukuman mati, tapi hukuman seumur hidup, atau bahkan hukuman penjara 20 tahun saja,” imbuhnya.
Untuk mencapai target hukum masing-masing, kata Reza, tentu setiap orang atau tersangka akan membangun siasat dan strategi, termasuk mengkonstruksi ingatan mereka sesuai dengan target kemenangan mereka.
“Tidak ada lagi untuk menjadi martir, menyelamatkan, melindungi atasan, teman-teman sejawat, tidak ada lagi. SDM, selamatkan diri masing-masing.”
“Nah tiga kemungkinan itulah yang menyebabkan proses fragmentasi atau distorsi para tersangka atau terperiksa sangat mungkin terjadi,” tegasnya.
Karena itu, untuk memastikan validitas keterangan para tersangka, penyidik membawa mereka ke TKP untuk melakukan rekonstruksi.
“Guna memastikan validitas keterangan-keterangan yang berangkat dari ingatan mereka tentang peristiwa tragis tersebut,” ucap Reza.
Ia menambahkan, berdasarkan simpulan dari kajian psikologi forensik, daya ingat manusia adalah barang yang paling merusak dalam proses penegakan hukum.
Baca Juga: Penjelasan Polisi Pengacara Yosua Tidak Boleh Ikut Rekonstruksi
“Ingatan manusia adalah barang yang paling mengganggu proses pengungkapan kebenaran.”
Tapi, lanjut dia, pelaksanaan rekonstruksi lebih baik daripada sekadar mengandalkan ingatan para tersangka saat pemeriksaan di kantor polisi.
“Paling tidak, ketimbang semata-mata mengandalkan daya ingat yang dibongkar di kantor polisi, mudah-mudahan dengan pemeriksaan, termasuk distribusi informasi di TKP, di lokasi kejadian itu berlangsung, mudah-mudahan ini menjadi pasokan informasi baru.”
“Apakah dua sumber informasi ini akan serasi, ataukah justru akan kontradiktif satu sama lain? Nanti akan diuji,” tuturnya.
Diberitakan sebelumnya, polisi menggelar reka ulang atau rekonstruksi kasus penembakan Brigadir J pada hari ini, Selasa (30/8/2022).
Rekonstruksi digelar di rumah dinas Ferdy Sambo di Kompleks Polri, Duren Tiga, Jakarta, dan rumah pribadinya di Jalan Saguling, Duren Tiga.
Dalam rekonstruksi tersebut, polisi menghadirkan lima tersangka kasus itu, yakni Irjen Pol Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Bharada E alias Richard Eliezer, Bripka RR alias Ricky Rizal, dan Kuat Ma’ruf.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.