JAKARTA, KOMPAS.TV - Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) dan Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia (RI) menilai ada budaya yang salah dan kegagalan reformasi di tubuh institusi Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) atas banyaknya anggota yang diduga melanggar kode etik karena terlibat dalam skenario Irjen Ferdy Sambo dalam kasus pembunuhan Brigadir J atau Nofriansyah Yosua Hutabarat.
Komisioner Kompolnas Albertus Wahyurudhanto menyebut ada yang salah dari sisi kultural Polri, sehingga menyebabkan ada 97 anggota polisi yang diperiksa.
"Ini menunjukkan bahwa aspek kultural sampai sekarang belum clear, belum berjalan dan maju mundur terus. Karena kalau aspek ini jalan, maka tidak mungkin sampai 97 orang ini mau mengikuti hal yang salah," kata Wahyu dalam program Satu Meja KOMPAS TV, Rabu (24/8/2022).
Ia mengaku, sebagian besar anggota polisi yang diperiksa dan ditetapkan melanggar kode etik kepolisian itu merupakan mahasiswanya di Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK).
"Dari 97 orang ini, kebetulan saya di Kompolnas dari unsur akademisi, saya dosen PTIK, mayoritas mereka yang sekarang ditahan itu mahasiswa saya, secara akademis cerdas, dan secara kerja saya tahu bagus," kata dia.
Baca Juga: Benny K Harman Batal Minta Nonaktifkan Kapolri setelah Dengar Penjelasan Jenderal Listyo Sigit
Menurut Wahyu, persoalan yang tengah dihadapi Polri saat ini ibarat sakit parah yang harus diobati dengan amputasi.
"Persoalan di Polri sekarang ini bukan hanya soal sakit, tetapi sakit parah, dan satu-satunya obat harus diamputas. Kalau nggak diamputasi, benalu ini akan semakin merembet," jelasnya.
Di sisi lain, anggota Komisi III DPR RI Benny K Harman menyebut hal itu sebagai kegagalan agenda reformasi Polri.
"Kalau saya melihat, kasus ini adalah salah satu potret gagalnya agenda reformasi kita di dalam tubuh kepolisian," kata Benny dalam kesempatan yang sama.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.