JAKARTA, KOMPAS.TV - Ricky Hasiholan Hutasoit, pengacara PT Rantau Utama Bhakti Sumatra, menduga penetapan Hanifah Husein, sebagai tersangka adalah alasan agar PT Batubara Lahat (BL) dapat leluasa melanggar perjanjian kontrak kerja sama.
Hanifah Husein diketahui adalah istri eks Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Ferry Mursyidan Baldan, dan merupakan satu dari sejumah pimpinan PT Rantau Utama Bhakti Sumatra.
"Patut diduga penetapan tersangka ini adalah kriminalisasi sebagai alasan agar PT Batubara Lahat (BL) dapat dengan leluasa melanggar perjanjian kontrak kerja sama yang telah disepakati sebelumnya," ujar Ricky dalam keterangannya, Minggu (14/8/2022), dikutip Kompas.com.
Baca Juga: Hanifah Husein, Istri Mantan Menteri BPN Jadi Tersangka Kasus Dugaan Penggelapan Saham!
Untuk diketahui, Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dittipideksus) Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri menetapkan Hanifah Husein, sebagai tersangka atas laporan pengalihan saham pemilik PT Batubara Lahat.
Adapun penetapan tersangka dalam kasus ini berdasarkan Surat Perintah Penyidikan nomor SP.Sidik/415N/Res.1.11./2021/Dittipideksus, pada 3 Mei 2021. Kemudian, Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) Nomor: R/182N/RES.1 .11./2021/Dittipideksus, pada 5 Mei 2021.
Ricky menambahkan, PT Batubara Lahat di Sumatera Selatan sudah dilaporkan terkait dugaan penjualan batubara secara ilegal yang merugikan para investor.
Menurutnya, PT Batubara Lahat diduga telah melakukan penambangan secara ilegal tanpa seizin direksi PT Rantau Utama Bhakti Sumatra sebagai beneficial owner.
Berkaitan dengan kasus ini, ia pun mempertanyakan siapa yang sebenarnya melakukan penggelapan.
"Kami punya bukti kuat. Jadi sangat disayangkan di tengah kinerja dan kredibilitas Polri yang sedang disorot, para investor yang notabene ingin meningkatkan perekonomian Indonesia malah dikriminalisasi," tuturnya.
"Kami memiliki bukti bahwa pelapor adalah pihak yang ingin menguasai aset terlapor tanpa mengindahkan etika bisnis dan menggunakan celah hukum pidana," sambung Ricky.
Pelapor kasus tersebut adalah pemilik PT Batubara Lahat.
Terpisah, pakar hukum pidana dari Universitas Trisakti, Abdul Fickar, menjelaskan penanganan suatu tindak pidana oleh Polri seharusnya dilakukan secara hati-hati terhadap subjek pelaku tindak pidana.
"Dalam pengertian tidak mengganggu aktivitas bisnis korporasi. Jika salah langkah dan ketidaprofesionalan dalam penanganannya menyebabkan investor dan modalnya lari. Intinya jangan merusak iklim investasi," kata Fickar.
Menurut Fickar, jika penyidikan kasus ini serampangan dan diduga ada upaya kriminalisasi, maka berpotensi membuat kepercayaan investor untuk menanamkan modal di Indonesia memburuk.
Dia berpesan kepada Polri agar tidak menjadi alat kriminalisasi oleh oknum atau korporasi yang mencari keuntungan.
"Sehingga membuat cara penanganan penyidikan menjadi tidak profesional dan mengganggu iklim investasi.”
Baca Juga: 6 Tersangka Jual Beli Jabatan di Pemkab Pemalang, Begini Peran Mereka
“Inilah yang harus dihindari, karena tidak mustahil akan mengakibatkan larinya PMA atau PMDN," ungkapnya.
Sementara itu, pengamat ekonomi dari Universitas Pelita Harapan (UPH), Tanggor Sihombing, menyebut penyidik Polri perlu menjaga keberlanjutan usaha dan perlindungan tenaga kerja, khususnya dalam kasus ini.
"Salah satunya adalah terebosan ultimum remedium yang artinya hukum pidana di jadikan sebagai upaya terakhir dalam penegakan hukum," sebut Tanggor.
Sumber : Kompas.com
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.