JAKARTA, KOMPAS.TV - Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) menegaskan, proses asesmen terhadap pemohon calon terlindungi Putri Candrawathi Sambo tidak bisa diwakilkan oleh kuasa hukum atau pun psikolog yang mendampinginya.
LPSK mengatakan proses asesmen terhadap pemohon calon terlindungi Putri Candrawathi, istri Kadiv Propam Nonaktif Polri Irjen Ferdy Sambo harus dilakukan langsung oleh LPSK kepada pihak yang mengajukan.
Sebab, LPSK perlu melacak secara cermat apa yang menjadi penyebab dari trauma pemohon sehingga perlu meminta perlindungan.
Demikian kata Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Hasto Atmojo Suroyo, Selasa (2/8/2022).
“Kami tetap menyatakan bahwa LPSK tetap harus melakukan asesmen psikologi sendiri kepada yang bersangkutan."
Menurut Hasto, asesmen psikologi yang dilakukan oleh LPSK terhadap Putri Ferdy Sambo bukan sekadar untuk menemukan fakta-fakta psikologis trauma dalam bentuk bantuan pada saksi maupun korban, tetapi lebih sebagai dari investigasi.
Baca Juga: LPSK Buka Peluang Libatkan TNI untuk Lindungi Saksi Kunci Tewasnya Brigadir J
“Jadi kita akan lacak nanti kalau seseorang mengalami trauma, traumanya karena apa, apa karena kekerasan seksual atau karena pemberitaan kalian, media, atau karena persoalan-persoalan lain, ini kita gali.”
Dalam Sapa Indonesia Malam Kompas TV, Wakil Ketua LPSK Susi Laningtias menuturkan pihaknya terbuka untuk melakukan proses asesmen Putri Candrawathi selain di kantor LPSK.
Susi menegaskan tidak ada aturan yang mewajibkan pemeriksaan harus dilakukan di kantor LPSK.
“Asesmen tidak kaku ya karena tidak harus ke LPSK, karena pada tanggal 16 Juli sendiri kami sudah ke rumah Bu Putri untuk coba berbicara. Cuma memang pada waktu itu beliau masih belum memungkinkan untuk menyampaikan keterangan karena masih trauma,” ujarnya.
Baca Juga: Pihak Brigadir J Bingung Istri Ferdy Sambo Trauma tapi Bisa Ancam Laporkan secara Pidana dan Perdata
“Jadi bisa saja nanti assessment atau kemudian pemeriksaan bisa dilakukan di tempat yang lain yang mungkin memudahkan kedua belah pihak.”
Hingga hari ini, Susi menuturkan Putri Candrawathi atau Ibu Putri belum sekali pun melakukan asesmen karena masih trauma.
“Namun kuasa hukum dan psikolog yang menangani Ibu Putri selama ini sudah menyampaikan kondisinya belum bisa, sehingga LPSK akan menjadwalkan ulang untuk bertemu dengan Ibu Putri,” ucap Susi.
“Apakah itu nanti di rumah beliau atau nanti di LPSK nanti tergantung nanti diskusi kami.”
Dalam keterangannya, Susi pun menegaskan Putri Sambo masih memiliki waktu 30 hari kerja untuk melakukan asesmen.
Baca Juga: IPW Dorong LPSK Libatkan TNI Lindungi Saksi Kasus Brigadir J: Saya Lihat Saksi Tidak Bebas
Itu berarti, batas akhir waktu dari permohonanan bukanlah pada tanggal 14 Agustus 2022 tetapi 25 Agutus 2022.
“Bukan 14 Agustus, tapi 30 hari kerja, kalau hitungannya satu bulan setengah ya kalau dipotong dengan hari libur,” ucap Susi.
Kemudian, Susi menambahkan dalam hal-hal tertentu ketika LPSK belum mendapatkan informasi, bahan keterangan dan sebagainya terkait dengan kasus atau permohonan, maka LPSK bisa meminta perpanjangan waktu penelaahannya.
“Jadi nanti pimpinan-pimpinan LPSK akan memutuskan untuk memperpanjang penelaah Itu sampai berapa lama, seperti itu, sesuai dengan kebutuhannya,” kata Susi.
Sebelumnya, tim kuasa hukum istri Ferdy Sambo, Arman Hanis meminta kepolisian menindaklanjuti laporan terkait pelecehan seksual dan ancaman yang dialami kliennya.
Menurut Arman, hal tersebut perlu dilakukan sebab laporan tersebut telah diterima dan sudah naik ke tahap penyidikan.
Adapun Brigadir J tewas di rumah Ferdy Sambo, Duren Tiga, Jakarta, pada 8 Juli 2022.
Saat pertama kali merilis kasus tersebut, pihak kepolisian menyebutkan Brigadir J tewas akibat baku tembak yang terjadi dengan Bharada E. Menurut polisi, baku tembak dipicu dugaan pelecehan yang diduga dilakukan Brigadir J terhadap istri Ferdy Sambo.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.