JAKARTA, KOMPAS.TV – Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyebut masih akan terus mengkaji dan menelaah perkembangan terkini terkait penelitian ganja untuk kesehatan, serta penetapan hukumnya dalam Islam.
Hal itu diungkap oleh Ketua Bidang Fatwa MUI, Asrorun Niam Sholeh, soal kemungkinan apakah sudah final penyataan ganja untuk kesehatan dinilai lebih banyak mafsadah (kerusakan) dibanding manfaatnya dalam lingkup agama.
Menurut Asrorun, terkait hukum ganja untuk kesehatan sifatnya dinamis dan ilmu pengetahuan juga berkembang.
Hal itu pula, lanjut Asrorun, yang menyebabkan terkait penetapan hukum ganja untuk kesehatan dalam lingkup agama juga mungkin berkembang.
“Sifatnya dinamis. Ilmu pengetahuan berkembang. Apa yang mungkin hari ini, besok bisa jadi tidak mungkin. Untuk itu, ruang kemungkinan melakukan penelitian manfaaat ganja terus dilakukan, termasuk juga penetapan hukum keagamaan," paparnya dalam program Sapa Indonesia Pagi KOMPAS TV, Kamis (21/7/2022).
Ia pun menyebut, meskipun ganja digolongkan narkotika dalam UU dan tidak mungkin dimanfaatkan layanan kesehatan, maka kata dia perlu adanya komitmen ulang atas dinamika terkini.
"Perlu adanya iadatun nadhor atau komitmen telaah ulang atas dinamikan kontemporer," tambahnya.
Komitmen ulang itu disebutnya bisa berupa penelitian dan semacamnya tentang ganja untuk medis yang menurutnya masih perdebatan di antara ahli.
Maka dari itu, kata dia, MUI terus mempertimbangkan aspek mafsadah (kerusakan) dan maslahah (manfaat) dari para ahli terkait ganja untuk kesehatan.
"Kita juga sudah kaji literatur, sejauhmana ganja untuk kesehatan medis. Kita juga dengar ahli kesehatan sampai apoteker, termasuk diskusi dangan kementerian kesehatan," ujarnya.
Di titik itulah, kata dia, untuk saat ini ganja masih dinilai masfadah atau kerusakannya lebih besar dibandingkan nilai manfaatnya
Ia pun menyebutkan, untuk kasus-kasus tertentu yang perlu penanganan khusus untuk sebuah kasus, pihak terkait perlu memikirkan solusinya.
"Perlu ada jalan keluar kondisi orang yang bersifat khusus yang butuh intervensi pemulihan, yang menurut dokter pintunya melalui terapi ganja dan turunannya," paparnya.
Ia pun mengatakan, MUI mendorong penuh pihak terkait untuk penelitian terkait ganja ini sebagai bagian dari pengetahuan.
MUI juga tidak menutup kemungkinan untuk ikut mengkaji hal itu.
"Basisnya ilmiah di kedokteran, dikaitkan dengan layananan kesehatan. Datang dari rekomendasi ahli yang kompeten dan kredibel," paparnya.
Asrorun juga berpendapat, isunya jangan di soal legalisasi ganja, tapi di faktor penelitian ganja untuk medis tersebut.
"Isunya jangan soal legalisasi ganja. Tapi bagaimana optimalkan ganja untuk penelitian. Effort kita memastikan penelitian itu dibuka untuk layanan kesehatan, bukan dalam dalam konteks konsumtif," tutupnya.
Baca Juga: MUI soal Ganja untuk Kesehatan: Aspek Kerusakan Lebih Besar Dibanding Manfaat
Baca Juga: MK Tolak Legalisasi Ganja Medis, Komisi III Buka Peluang Revisi UU Narkotika
Sebelumnya seperti diberitakan KOMPAS.TV, Mahkamah Konstitusi (MK) menolak gugatan penggunaan ganja untuk medis pada sidang Rabu (20/7/2022).
Mahkamah Konstitusi (MK) membacakan putusan uji materi Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika terkait penggunaan ganja untuk kesehatan pada Rabu (20/7/2022).
Sidang itu terdaftar dalam perkara nomor 106/PUU-XVIII/2020.
Dalam perkara itu pasal yang digugat adalah Pasal 6 ayat (1) huruf a dan Pasal 8 ayat (1) UU 35 Tahun 2009.
Anggota Hakim MK Daniel Yusmi P Foekh menyebut legalisasi ganja yang dilakukan beberapa negara tak serta merta itu menjadi parameter untuk penggunaan ganja medis di Indonesia.
"Meskipun pemanfaatan narkotika telah digunakan secara sah dan diakui secara hukum sebagai bagian dari pelayanan kesehatan setidaknya di beberapa negara, fakta hukum tersebut tidak serta-merta dapat dijadikan parameter. Oleh karena itu pemanfaatan golongan I di Indonesia harus diukur dari kesiapan unsur-unsur," kata Daniel di Gedung MK.
Perkara ini dilayangkan oleh Perkumpulan Rumah Cemara, ICJR, dan LBHM, serta tiga orang ibu ke MK, yakni Dwi Pertiwi, Nafiah Murhayanti, dan Santi Warastuti.
Santi bahkan datang bersama buah hatinya yang mengidap cerebral palsy, Pika, yang tergolek lemah di stoller, ke Car Free Day di Jakarta pada Minggu (26/6/2022).
Ia membawa papan bertuliskan "tolong, anakku butuh ganja medis" yang berujung viral setelah penyanyi Andien Aisyah membagikan foto tersebut ke media sosial.
Santi mengatakan, aksinya itu bertujuan untuk memberi pesan kepada MK yang tengah menyidangkan perkara gugatan legalisasi ganja untuk medis.
"Kami sudah mengajukan permohonan selama dua tahun. Sejak November 2020 kalau enggak salah kami masukkan gugatan. Sudah delapan kali sidang dan sampai sekarang belum ada kejelasan untuk ganja medis itu," kata Santi.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.