Saya berkunjung khusus untuk mengetahui lebih dalam, apa yang sesungguhnya terjadi pada seorang ibu yang pada Hari Bebas Kendaraan (Car Free Day) pekan lalu di seputaran Sudirman-Thamrin membawa spanduk bertuliskan, TOLONG ANAKKU BUTUH GANJA MEDIS!
Adalah Santi Warastuti, seorang Ibu yang berusia 43 tahun dan memiliki anak perempuan, Pika, 14 tahun menderita lumpuh otak atau Cerebral Palsy.
Padahal menurut Santi, 7 tahun awal kehidupan Pika normal. Baru setelah usia 7 tahun, Pika mulai menunjukkan kelumpuhan otaknya. Bahkan kini, kondisinya saya melihatnya sendiri, sangat memprihatinkan.
Setiap kali ia belajar berkata sesuatu, misalnya mama atau papa, lalu semua terhapus alias me-reset kembali setelah serangan kejang datang ke dirinya. Dan begitu seterusnya.
"Saya menjaga agar Pika tidak kejang, mas," kata Santi kepada saya.
"Saya ini sudah melakukan pengobatan selama 7 tahun. Jadi bukan ujug-ujug minta ganja medis," tambah Santi.
Saya kemudian bertanya, apakah ganja medis merupakan satu-satunya pengobatan untuk menghindari kejang ini?
Santi merujuk pada pengalaman sesama ibu, Dwi Pertiwi, yang juga memiliki anak bernama Musa. Musa mengalami penyakit yang sama, Cerebral Palsy Syndrome. Dwi memberanikan diri untuk pergi ke Australia, untuk mendapatkan pengobatan ganja medis di sana.
Dwi mendapati Musa berkembang lebih baik. Karena kejang bisa dihindari, dan kondisinya semakin membaik. Semua itu dituangkan ke dalam video Youtube, LGN TV, dengan judul Film Dokumenter Musa.
Namun uang persediaannya menipis, sehingga ia harus kembali ke Indonesia. Sementara di Indonesia, segala bentuk turunan ganja termasuk ganja medis dilarang. Karena undang-undang mengamanatkan ganja dan turunannya adalah jenis narkotika paling berbahaya alias golongan 1.
Bahkan berdasarkan Undang-Undang Narkotika, memilikinya di atas 5 gram saja, ancaman hukumannya bisa seumur hidup!
Musa kemudian tidak lagi mendapatkan pengobatan ganja medis, dan kondisinya berangsur memburuk, hingga akhirnya Musa meninggal.
Kondisi ini mengingatkan pada kasus Fidelis Arie di Sanggau, Kalimantan Barat, pada 2017 lalu. Istrinya yang sakit penyakit langka terkait dengan kelainan sumsum tulang belakang, sempat membaik dengan menggunakan pengobatan ganja.
Lalu belakangan Fidelis ditahan karena menggunakan ganja meski untuk pengobatan istrinya. Kekurangan Fidelis adalah, ia menggunakan ini tidak berdasarkan petunjuk dokter alias inisiatif sendiri.
Istrinya pun meninggal, tepat di hari ke-32 Fidelis ditahan.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.