JAKARTA, KOMPAS.TV — Aksi nekat beberapa orang mengikuti challange atau tantangan di media sosial dilakukan karena seseorang ingin viral seviral-viralnya.
Hal itu disampaikan Pengamat Media Sosial (Medsos) Enda Nasution merespons beberapa challange cenderung ekstrem yang dilakukan masyarakat.
Salah satunya truk challange yang membuat tiga remaja berakhir kehilangan nyawa.
"Jadi memang ada beberapa orang yang kemudian berusaha untuk viral seviral-viralnya di medsos dengan cara membuat video yang ekstrem atau sekadar ngerjain orang," kata Enda Nasution dalam dialog Sapa Indonesia Pagi Akhir Pekan di Kompas TV, Minggu (12/6/2022).
Ia juga menyebut, pembuat konten yang cenderung nekat dalam hal ini hanya mengejar benefit-nya saja hingga rela menghalalkan segala cara agar video yang dibuatnya menjadi viral.
Padahal menurutnya, dalam membuat konten perlu juga disadari dan dipikir ulang apakah hal tersebut terlalu bahaya, memiliki risiko, dan mencelakakan diri sendiri. Tidak hanya semata-mata untuk viral.
"Memang ada insentif untuk seorang content creator yang viral. Karena bisa dapat benefit, keuntungan, diundang ke media gitukan. Itu yang perlu disadari jangan menghalalkan segala cara untuk jadi viral videonya," ujar Enda.
Baca Juga: Viral! Pengunjung Ditarik Orangutan saat Lewati Pembatas demi Konten Medsos
Terkait challange yang biasa ramai ditiru pengguna medsos, Enda menilai sebenarnya hal tersebut dilakukan hanya untuk mempermudah content creator dalam membuat video.
"Challange itu sebenarnya dilakukan untuk mempermudah content creator dalam membuat konten. Karena tinggal ikut saja. Namun alangkah lebih baik, pikir-pikir juga bahwa kalau terlalu berbahaya dan mengorbankan diri sendiri buat apa, enggak ada reward-nya juga malah kita sendiri yang rugi," tuturnya.
Lebih lanjut, pria yang juga Koordinator Gerakan Bijak Bersosmed itu mengimbau kepada pengguna untuk berpikir ulang soal meniru konten-konten yang sifatnya mencelakakan diri sendiri.
Bahkan, jika kemudian konten cenderung berbahaya bagi fisik dan emosional, lanjut Enda, seharusnya jangan sampai dilakukan.
"Sebelum posting harus dipikir dulu, sebelum sharing harus saring dulu. Bahkan ini sebelum kita buat konten, kita pikir ini akan jadi lucu, lebih baik dipikir lagi deh."
Lewat konten yang justru memakan korban, Enda memandang perlu adanya kesadaran dan edukasi yang dibangun oleh berbagai pihak. Mulai dari pemerintah, orangtua, remaja, serta pemilik platform.
Dalam hal ini pemerintah dan orangtua, bagi Enda keduanya bisa berperan lebih untuk mengingatkan kembali akan medsos yang mempunyai banyak fungsi positif.
"Bukan untuk dijadikan panggung menjadi jagoan, pamer keberanian. Apalagi hanya demi mendapat video viral saja," tegas Enda.
Sementara untuk pemilik platform, Enda memandang perlu adanya peran sosial yang dilakukan beberapa diantaranya dengan memberikan edukasi dan warning terhadap konten-konten berbahaya.
Sebab, jelas Enda, melalui algoritma pemilik platform turut terlibat menyebar informasi atau konten. Pasalnya, algoritma berperan aktif untuk menyajikan informasi menarik untuk terus menerus kita lihat.
"(karena algoritma) dengan tidak langsung kita dipacu untuk terus menerus mengonsumsi hal yang ada di sana dan itu mendatangkan keuntungan bisnis bagi pemilik platform ini," ujarnya.
"Sehingga tanggung jawab tidak hanya dimiliki oleh pribadi melainkan juga pemilik platform. Bahkan pemilik platform seharusnya bisa memberikan edukasi, memberikan warning untuk tidak semerta-merta mengambil keuntungan saja, tapi karena secara langsung memberi dampak sosial," pungkasnya.
Baca Juga: Viral Video Remaja Sidoarjo Duel Ala Gladiator, Ada Anak yang Terkapar...
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.