JAKARTA, KOMPAS.TV — Direktur Kerja sama dan Humas Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Tuti Wahyuningsih mengungkapkan, modus yang sering digunakan para pelaku investasi ilegal untuk menyamarkan dana dari para korban.
Ia menyebut hal ini terlihat dari indikasi pelaku yang mencoba mengalirkan dan menutupi dana hingga ke luar negeri.
Hal ini sebagaimana analisis penelusuran PPATK bekerja sama dengan Financial Intelligence Unit (FIU) di berbagai negara.
"Jadi memang kita melihat ada indikasi lagi-lagi menyamarkan bahwa sumber dana itu dicoba untuk ditutupi dan dialirkan kemana-mana termasuk ke luar negeri. Termasuk dalam hal ini kita selalu bekerja sama dengan Financial Intelligence Unit (FIU) di berbagai negara," kata Tuti Wahyuningsih dalam program Sapa Indonesia Pagi Kompas TV, Jumat (22/4/2022).
Ia menjelaskan, penyamaran dana investasi ilegal yang tercatat diantaranya penggunaan crypto sebagai pembayaran pendapatan atau income bagi afiliator.
Baca Juga: Awas Tertipu! Ini Deretan Investasi Ilegal yang Ditutup OJK Maret 2022
Hal ini diketahui, lantaran secara perlahan aset-aset crypto tersebut dipindahkan oleh pemiliknya ke rekening-rekening lain dari berbagai bank.
Apalagi, lanjutnya, dana yang mereka alirkan bersinggungan dengan institusi resmi seperti pedagang aset crypto, sejumlah perusahaan payment gateway berizin dan tidak berizin yang mana aset crypto bisa dipindahkan melalui sarana voucher yang disediakan sejumlah exchanger.
"Kita melihat banyak sekali modus-modus yang digunakan misalnya penggunaan transaksi jual beli voucher untuk mengaburkan asal usul dan tujuan transaksi serta menggunakan aset crypto untuk pembayaran fee ke afiliator," jelasnya.
Tak hanya itu, modus pencucian uang lainnya yaitu dengan memberikan sponsorhip kepada klub sepak bola, pembelian barang mewah, dan tiket tur ke luar negeri.
Hal tersebut semata-mata dilakukan, kata Tuti, demi meyakinkan korban bahwa investasinya dianggap legal, dapat dipercaya, dan mampu menghasilkan keuntungan besar.
Terkait hal itu, PPATK mengimbau masyarakat untuk lebih jeli dan cermat dalam memilih tempat berinvestasi.
Dalam penyelidikan kasus investasi ilegal yang sedang ditangani Polri, seperti Binary Option, Qoutex, dan DNA Pro, PPATK menyebut salah satu perannya yakni secara proaktif mengolah data yang ada untuk diberikan kepada pihak penegak hukum.
Tuti menyebut, bahwa seluruh transaksi keuangan tercatat di PPATK. Bahkan ia menyebut dalam satu jam pihaknya pernah menerima laporan transaksi sebanyak 45.000.
"Dalam satu jam pernah menerima 45.000 laporan transaksi dan database kita sudah menyentuh di angka 1 miliar. Jadi kepemilikan transaksi di seluruh Indonesia dilaporkan ke PPATK. Kita mengolah data dan lakukan develop secara proaktif terkait aliran dana, lalu diberikan kepada pihak penegak hukum," tukasnya.
Baca Juga: Dana Kasus Investasi Ilegal Dikembalikan, Pelaku Bisa Bebas Pidana? Ini Penjelasan Pakar Hukum
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.