JAKARTA, KOMPAS.TV – Sekjen Majelis Ulama Indonesia (MUI), Amirsyah Tambunan, menjelaskan alasan kenapa Rapat Pimpinan MUI akhirnya menolak secara resmi pengunduran diri KH Miftchul Akhyar dari ketua Umum. Menurutnya, sosok Kiai Miftah, sapaan akrab Miftchul Akhyar, adalah ulama pemersatu umat.
Menurutnya, sosok ulama seperti Miftachul Akhyar penting di tengah kondisi umat Indonesia terkini yang sedang mengalami banyak hal, mulai dari soal pandemi hingga nantinya soal pemilu.
“Ulama yang rendah hati, tawadu’ dan mengayomi beliau sebagai pemimpin umat baik sebagai Rais Am di NU maupun di MUI. Beliau dibutuhkan untuk mempersatukan umat,” katanya kepada KOMPAS.TV, Rabu (16/3/2022).
“Di tengah suasana umat dan bangsa menghadapi pemulihan ekonomi semoga Allah menyelamatkan bangsa Indonesia dari persoalan ekonomi, politik sehingga Pemilu 2024 dapat berjalan dengan aman, damai dan sukses, Aamin,” ujarnya.
Rapat pimpinan MUI pada hari Selasa 15 Maret 2022 sepakat secara mufakat dan aklamasi menetapkan Miftachul Akhyar tetap jadi ketum MUI dan menolak permintaan mundur.
Baca Juga: Resmi! Rapat Pimpinan MUI Tolak Miftachul Akhyar Mundur dari Ketum
Sebelumnya, Waketum MUI Anwar Abbas bahkan meminta NU untuk tetap merelakan Miftachul Akhyar jadi ketum MUI, meskipun ia juga mendapatkan amanah sebagai Rais Aam PBNU, pimpinan ulama tertinggi di NU.
Bahkan, ketua PP Muhammadiyah tersebut juga membuat surat terbuka yang menyentuh terkait permintaan itu. Surat itu sendiri diberi judul ‘suara hati kami dari MUI’.
“Saya benar-benar sedih dan berduka serta bingung dan tidak tahu akan bicara apa. Beliau KH Miftahul Akhyar kami pilih untuk menjadi Ketua Umum kami di MUI dengan suara bulat tanpa ada lonjong sedikitpun,” tulisnya sebagaimana dilihat Kompas.tv, Kamis (10/3/202).
"Beliau bisa mempersatukan umat, tapi herannya saya, mengapa NU tidak membolehkan dan merelakannya bagi melaksanakan tugas suci dan mulia tersebut sehingga saya benar-benar jadi bingung sendiri dibuatnya,” kata Buya Anwar dalam surat terbukanya itu.
Baca Juga: Anwar Abbas Bikin Surat Menyayat Hati, Minta NU Relakan KH Miftachul Akhyar Rangkap Jabatan
Pakar Islam politik dari The Political Literacy, Muhammad Hanifuddin, dalam analisisnya di KOMPAS.TV juga menjelaskan, memang sulit untuk memilih kriteria ulama untuk jadi Ketum MUI.
Bahkan, ia sulit untuk menyebut nama ulama tertentu yang dianggap cocok sebagai pengganti Miftachul Akhyar di MUI. Namun, paling tidak ada tiga hal sebagai kriteria yang nantinya bisa jadi pengganti beliau di MUI.
“Pengganti Kiai Miftah (Sapaan KH Miftachul Akhyar-red) tentunya akan disiapkan melalui mekanisme yang berlaku di MUI. Namun, mengacu pada peran dan fungsi MUI, setidaknya ada 3 kriteria yang diharapkan publik,” ujarnya lewat pesan WhatsApp, beberapa waktu lalu.
Pertama, papar Hanif, ketua umum MUI adalah tokoh yang mampu membimbing dan mengayomi keragaman umat Islam di Indonesia.
“Kedua, mampu menjadi tokoh pemersatu bangsa dalam bingkai Pancasila dan UUD 45, baik dalam bentuk ukhuwah islamiyah, ukhuwah wathaniyah, ataupun ukhuwah insaniyah.
Ketiga, menurutnya, adalah tokoh yang mampu menjadi penengah dan penghubung antara kepentingan pemerintah dan rakyat.
“Ketum MUI memastikan kemaslahatan rakyat dijalankan oleh negara dan sebaliknya, program-program pemerintah mendapatkan dukungan dari rakyat,” katanya.
Baca Juga: Menimbang Efek Mundurnya KH Miftachul Akhyar dari Ketum MUI dan Politik Islam di Indonesia
Miftachul Akhyar sendiri mengajukan surat pengunduran diri dari Ketum MUI pada Rabu 9 Maret 2022. Pengasuh Ponpes Miftahussunnah Surabaya itu mengumumkan mundur saat memberikan pengarahan dalam Rapat Gabungan Syuriyah-Tanfidziyah PBNU di Kampus Unusia Parung, Bogor, Jawa Barat Rabu (9/3/2022).
Keputusan mundur ini sebagaimana permintaan Ulama NU dalam komite Ahwa di Muktamar NU ke-34 di Lampung 2021 lalu.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.