JAKARTA, KOMPAS.TV — Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mengumumkan hasil temuannya terkait penyiksaan yang terjadi di Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Kelas II A, Pakem, Sleman, Yogyakarta.
Temuan dirilis lima bulan setelah Komnas HAM menurunkan tim khusus yang memantau dan menyelidiki laporan kekerasan oleh pendamping eks warga binaan pemasyarakatan tersebut. Tim itu mulai memantau pada 11 November 2021.
Menurut Komisioner Pemantauan/Penyelidikan Komnas HAM Mohammad Choirul Anam, penyiksaan dan perlakuan merendahkan martabat terhadap warga binaan dilakukan di tengah kebijakan pembersihan lapas dari kasus narkotika.
"Benar terjadi penyiksaan, kekerasan dan perlakuan merendahkan martabat manusia yang dilakukan petugas lapas," kata Choirul Anam dalam konferensi pers virtual, Senin (7/3/2022). "Intensi kekerasan yang tinggi karena adanya perubahan struktur kepemimpinan di Lapas Narkotika Kelas II A Yogyakarta dan upaya pembersihan Lapas dari narkotika."
Intensitas penyiksaan dan tindakan merendahkan martabat dilakukan pada pertengahan hingga akhir tahun 2020.
Choirul Anam menyebut, dari proses pembersihan yang dilakukan pihak Lapas menemukan sebanyak 2.828 pil sapi, 315 ponsel, dan 227 banker.
Tak hanya didapatkan oleh warga binaan Narkotika, bahkan penyiksaan juga dialami oleh para tahanan titipan dari kejaksaan.
Baca Juga: Buntut Dugaan Penganiayaan Napi, Komnas HAM Periksa Petugas Lapas Narkotika Yogyakarta
Padahal, kata Choirul Anam, seharusnya tahanan titipan tidak bisa disamakan perlakuannya dengan WBP yang sudah mendapat putusan inchract.
"Tindakan penyiksaan kekerasan dan perlakuan merendahkan martabat juga dialami oleh tahanan titipan yang mana seharusnya ada perlakuan berbeda terhadap tahanan titipan," jelas dia.
Dalam temuannya, Komnas HAM membeberkan hasil temuan tindakan merendahkan martabat yang dilakukan oleh para petugas mulai dari warga binaan dipaksa memakam muntahan, meminum dan mencuci muka dengan air seni.
Lalu, pemotongan jatah makanan, diminta telanjang dan mencabut rumput sembari dicambuk menggunakan selang dan alat lainnya.
Tindakan kekerasan yang dialami warga binaan hingga mengakibatkan rasa sakit luka dan trauma psikologis korban antara lain pemukulan, pencambukan menggunakan selang, penamparan, ditendang, dan diinjak menggunakan sepatu PDL petugas.
Komnas HAM menyebut, biasanya penyiksaan akan dilakukan pada malam hari dengan mendatangi blok tahanan.
Selain kepada warga binaan baru, penyiksaan dan tindakan merendahkan martabat juga akan dilakukan kepada warga binaan lama yang melanggar.
"Waktu terjadinya penyiksaan terjadi pada malam hari, petugas mendatangi setiap blok disaat warga binaan beristirahat. Selain itu penyiksaan dilakukan siang hari saat warga binaan pertama kali masuk ke dalam lapas," paparnya.
Komnas HAM jug menyebut tindakan kekerasan dan merendahkan martabat pada medio hingga akhir tahun 2020 itu dilakukan lantaran kunci setiap blok tidak dikembalikan ke rumah dinas kepala lapas (kalapas).
"Pada periode kepemimpinan Kalapas dan Kepala KPLP Juni-Desember 2020 anak kunci kotak penyimpanan kunci blok sering tidak dikembalikan ke rumah dinas kepala lapas, alasan kunci tetap di area lapas untuk kepentingan penyisiran blok," pungkas dia.
Baca Juga: Usai Jabatannya Dicopot, Petugas Lapas Narkotika Yogyakarta Akhirnya Akui Aniaya Napi
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.