JAKARTA, KOMPAS.TV – Pakar Hukum Tata Negara Zainal Arifin Mochtar menyatakan tidak ada alasan yang cukup kuat untuk menunda pemilu dan memperpanjang masa jabatan presiden. Selain itu, dia juga mempertanyakan mekanisme hukum apa yang bakal digunakan melaksanakan ide tersebut
“Pertanyaan mendasarnya, kenapa harus ditunda? Apakah kondisinya sudah kacau betul sehingga pemilu ditunda?” ujar Zainal kepada Kompas TV, Jumat (25/2//2022).
Dia mengatakan memang ada kondisi-kondisi di mana pemilihan umum tidak mungkin bisa dilaksanakan. Di dalam Undang-Undang Dasar 1945, pasal 12 pun diatur soal konidisi bahaya yang dihadapi negara.
Baca Juga: PKB Bongkar Alasan Muhaimin Usul Pemilu 2024 Ditunda: Supaya Tidak Ada Api dalam Sekam
Pakar hukum dari Universitas Gadjah Mada ini, mengatakan saat ini tidak ada kondisi kacau balau yang membuat perlu penundaan pemilihan umum.
Keinginan mempertahankan kestabilan ekonomi pasca Covid-19 pun, menurut Zainal, bukan alasan yang kuat untuk menunda pemilu.
Alasan tersebut menurutnya tidak termasuk dalam keadaan bahaya seperti pada pasal 12 UUD 1945.
Baca Juga: Pengamat Respons Muhaimin Iskandar yang Usul Pemilu 2024 Ditunda: Ada Kepentingan Oligarki
Dia juga menyatakan perpanjangan masa jabatan presiden hanya terjadi di negara-negara yang demokrasinya belum matang.
Dia mencontohkan sejumlah negara di Afrika bagian sub-Sahara, juga mempraktikkan perpanjangan masa jabatan presiden. Bahkan ada yang berakhir dengan kudeta.
Menurutnya hal seperti itu tidak boleh terjadi di Indoneisa, karena jelas merupakan pelanggaran terhadap konstitusi.
Dia meminta Presiden Joko Widodo mengingatkan kembali koalisinya agar tidak mencetuskan ide-ide yang berpotensi mengkhianati konstitusi dan Undang-Undang Dasar.
Baca Juga: Perludem soal Muhaimin Minta Pemilu Ditunda: Itu Keinginan Mengada-ada dan Tidak Bisa Dilaksanakan
Menurutnya ide-ide aneh seperti perpanjangan masa jabatan presiden dan penundaan pemilu, harus ditolak dengan keras.
Karena kalau dibiarkan, maka bisa saja ide-ide aneh seperti ini bisa diwujudkan. Dia mencontohkan, pemberlakuan ambang batas pencalonan presiden menggunakan hasil pemilu sebelumnya, adalah ide yang aneh.
“Tapi ide aneh seperti ini toh tetap bisa terlaksana. Karena mereka mengabaikan publik,” ujarnya.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.