Kemhan kemudian membuat kontrak sewa Satelit Artemis yang merupakan floater atau satelit sementara pengisi orbit milik Avanti Communication Limited (Avanti) pada 6 Desember 2015.
Meskipun, persetujuan penggunaan Slot Orbit 123 derajat BT dari Kominfo itu baru diterbitkan pada 29 Januari 2016.
Pada saat melakukan kontrak dengan Avanti tahun 2015, Kemhan belum memiliki anggaran untuk keperluan tersebut.
"Kontrak-kontrak itu dilakukan untuk membuat satelit komunikasi pertahanan dengan nilai yang sangat besar padahal anggarannya belum ada," tuturnya.
Pada 2016, anggaran baru tersedia, namun dilakukan self blocking oleh Kemhan.
Untuk membangun Satkomhan, kata Mahfud, Kemhan juga menandatangani kontrak dengan Navayo, Airbus, Detente, Hogan Lovel, dan Telesat dalam kurun waktu tahun 2015-2016, yang anggarannya juga belum tersedia.
Tahun 2018
Namun, pihak Kemhan pada 25 Juni 2018 mengembalikan hak pengelolaan Slot Orbit 123 derajat BT kepada Kominfo.
Lalu, pada 10 Desember 2018, Kominfo mengeluarkan keputusan tentang Hak Penggunaan Filing Satelit Indonesia pada Orbit 123 derajat untuk Filing Satelit Garuda-2 dan Nusantara-A1-A kepada PT Dini Nusa Kusuma (PT DNK).
Namun ternyata, PT DNK tidak mampu menyelesaikan permasalahan residu Kemhan dalam pengadaan Satkomhan.
Baca Juga: Kasus Satelit Orbit Kemhan Ditangani Secara Koneksitas, Jaksa Agung: Segera Tetapkan Tersangka
Tahun 2019
Kemudian, Avanti menggugat di London Court of Internasional Arbitration karena Kemhan tidak membayar sewa satelit sesuai dengan nilai kontrak yang telah ditandatangani.
"Pada 9 Juli 2019, pengadilan arbitrase menjatuhkan putusan yang berakibat negara telah mengeluarkan pembayaran untuk sewa Satelit Artemis, biaya arbitrase, biaya konsultan, dan biaya filing satelit sebesar ekuivalen Rp515 miliar," ujarnya.
Selain itu, kata Mahfud, pemerintah juga menerima putusan dari Arbitrase Singapura terkait gugatan Navayo. Putusan itu menyatakan pemerintah diharuskan membayar USD20,9 juta.
"Yang USD20 juta ini nilainya mencapai Rp304 miliar," ujarnya.
Mahfud pun memperkirakan angka kerugian ini akan bertambah besar karena masih ada perusahaan lain yang meneken kontrak dengan Kemhan dan belum mengajukan gugatan.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.