JAKARTA, KOMPAS.TV- Letusan Gunung Semeru di Lumajang, Jawa Timur, yang telah memakan 14 nyawa sejak Sabtu (4/12/2021), menimbulkan banyak kenangan bagi para pendaki gunung.
Salah satunya kisah Soe Hok Gie, aktivis mahasiswa Universitas Indonesia (UI) yang tewas di Puncak Mahameru pada 16 Desember 1969 silam.
Semeru menjadi saksi bisu, demonstran muda itu meregang nyawa dalam usia 27 tahun, di ketinggian 3.676 meter di atas permukaan laut (mdpl) karena menghirup gas beracun.
Soe Hok Gie naik gunung bersama para sahabatnya, yaitu Aristides Katoppo, Herman Onesimus Lantang, Abdurrachman, Anton Wijana, Rudy Badil, dan dua anak didik Herman Idhan Dhanvantari Lubis serta Freddy Lodewijk Lasut, Hok Gie berangkat dari Stasiun Gambir pukul 07.00 ke Stasiun Gubeng Surabaya.
Saat tiba di Puncak Mahameru jelang sore, tenaga mereka sudah habis. Hok Gie menunggu Herman yang tertinggal di belakang. Hok Gie menunggu sambil duduk dan kemudian Idham ikut duduk, tetapi Herman tetap berdiri.
Karena duduk itu, menurut Herman, Hok Gie dan Idhan menghirup gas beracun yang massanya lebih berat dari oksigen. Herman bercerita kondisi Hok Gie sudah sangat lemas. "Tahu-tahu dia enggak ngomong, menggelepar," jelas Herman, yang meninggal pada 22 Maret 2021 silam dalam usia 81 tahun.
Baca Juga: Sudah Erupsi 2 Kali, Status Gunung Semeru Masih Berada di Level 2 atau Waspada
Kakak Hok Gie, Arief Budiman, dalam pengantar buku Soe Hok Gie, Catatan Seorang Demonstran, menuliskan saat tewas karena gas beracun itu, sang adik berada dalam kesendirian dan dingin. "Ketika saya berdiri menghadap jenazah di tengah malam yang dingin, di rumah lurah sebuah desa di kaki Gunung Semeru.Jenazah tersebut dibungkus oleh plastik dan kedua ujung diikat dengan tali, digantungkan pada sebatang kayu yang panjang," tulis Arief, cendekiawan yang meninggal pada 23 April 2020 dalam usia 79 tahun.
Sebelum dibawa ke Jakarta, jenazah akan dibawa ke dalam peti mati yang dipesan oleh seorang pembuat peti mati di Malang. Sahabat Arief yang memesan peti mati itu, mengisahkan, si tukang pembuat peti mati bertanya, "Apakah yang mati adalah Soe Hok Gie yang suka menulis di koran itu?" saat dijawab benar, si pembuat peti mati itu pun tiba-tiba menangis.
Baca Juga: Bukan Kali Pertama, Berikut Data Erupsi Gunung Semeru Dalam 31 Tahun Terakhir
Ketika ditanya mengapa menangis, terlontar dari mulut si pembuat peti itu, "Dia orang berani. Sayang dia meninggal," katanya.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.