JAKARTA, KOMPAS.TV - Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Level 3 yang akan diterapkan pada momen perayaan Natal dan Tahun Baru (Nataru) mendatang adalah salah besar.
Pernyataan ini disampaikan Epidemiolog dari Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Indonesia (UI), Tri Yunis Miko Wahyono dalam program dialog Sapa Indonesia Pagi KOMPAS TV, Jumat (3/12/2021).
Ia menyatakan seharusnya pemerintah bisa menggunakan PPKM Khusus Nataru sehingga kemudian tidak menyebabkan kebingungan terkait kebijakan publik di tengah pandemi Covid-19.
"Bahwa pembatasan sosial kali ini kita menggunakan PPKM Level 3, itu salah besar. Seharusnya, tidak menggunakan PPKM Level 3. Harusnya pun kalau menggunakan pembatasan dengan PPKM, maka dengan PPKM khusus karena akan membingungkan kebijakan publiknya," kata Tri Yunis Miko Wahyono.
Lebih lanjut, Tri Yunis menjelaskan bahwa kebingungan terkait kebijakan publik berkaitan dengan dua indikator yang selama ini diterapkan, yakni jumlah kasus dan kapasitas respons kabupaten atau kota.
Oleh karena itu, dirinya mendorong pemerintah untuk menggunakan nama PPKM Khusus dalam setiap momentum tahunan guna mencegah terjadinya lonjakan kasus Covid-19.
Baca Juga: PPKM Level 3, Ibadah dan Perayaan Natal Dibatasi 50 Persen dari Kapasitas Gereja
Terlebih kata Tri Yunis, Indonesia sebelumnya juga sudah bisa menerapkan PPKM Darurat.
"Harusnya kalau menggunakan PPKM, ya PPKM Khusus Natal dan Tahun Baru trus nanti PPKM Khusus Lebaran. Harusnya itu ada aturannya, toh kita bisa melakukan PPKM Darurat, kita harusnya bisa menerapkan PPKM Khusus," jelas Tri Yunis.
"Jadi jangan pakai level karena akan menghancurkan sebaran kasusnya," sambungnya.
Selain itu, dosen tetap UI ini juga menyatakan bahwa selama ini Indonesia tidak pernah belajar dari pengalaman.
Terlebih pengalaman pada tahun 2020 dan pertengahan 2021 yang mengalami lonjakan kasus setelah liburan berlangsung.
Salah satu pemicunya, kata Tri Yunis adalah masyarakat yang tetap bisa mengakali meskipun pemerintah sudah melakukan pembatasan sosial dengan ketat.
"Jadi Indonesia tidak pernah belajar dari apa yang pernah terjadi. Selalu dilakukan pembatasan sosial dengan ketat, tapi tetap rakyatnya bisa mengakalinya," ujar Tri Yunis.
"Jadi Lebaran liburan kemarin bepergian dibatasi dari tanggal sekian ke tanggal sekian. Kemudian masyarakat mengakali sebelum dibatasi dan setelah dibatasi maka mereka pergi liburan," imbuhnya.
Pada masa Nataru 2021 ini, dirinya melihat adanya peluang masyarakat yang akan mengakali untuk tetap bisa bepergian di tengah pandemi.
"Jadi menurut saya ini bukan cara yang tepat. Kita akan kejeblos ke lubang yang sama," ujarnya.
Sementara itu, Tri Yunis juga memandang penting adanya pembatasan ataupun aturan yang diterapkan di saat momentum khusus.
Hal ini dipandang perlu lantaran, Indonesia masih belum memiliki undang-undang soal larangan berkerumun.
Baca Juga: PPKM Level 3 Dianggap Tak Efektif, Masyarakat Disebut akan Curi Start Liburan
"Artinya kalau pemerintah punya UU atau peraturan tidak boleh berkerumun maka tidak perlu pembatasan ini. Tapi karena pemerintah tidak punya UU atau aturan melarang berkerumun, maka perlu dilakukan PPKM Khusus," pungkasnya.
Sebelumnya diberitakan, penerapan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Level 3 ditetapkan oleh pemerintah pada akhir Desember mendatang.
Mengutip dari laman setkab.go.id, PPKM Level 3 di seluruh Indonesia berlaku mulai 24 Desember 2021 sampai dengan tanggal 2 Januari 2022.
Beberapa poin yang diatur dalam Inmendagri diantaranya sosialisasi peniadaan mudik Nataru kepada masyarakat dan larangan cuti bagi PNS hingga pegawai swasta,
Selain itu, imbauan penundaan cuti setelah Nataru; penutupan alun-alun di seluruh wilayah Indonesia; larangan pawai atau arak-arakan baik di dalam maupun luar ruangan; hingga perpanjangan jam buka pusat perbelanjaan dari tadinya pukul 10.00-21.00 menjadi pukul 09.00-22.00 waktu setempat untuk mencegah kerumunan di waktu tertentu.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.