JAKARTA, KOMPAS. TV- Anak-anak kelahiran tahun 1990-an dan belajar membaca Al-quran, sejatinya tidak asing dengan buku Iqro. Buku kecil pelajaran mengaji itu, tidak hanya dikenal di Indonesia, tapi populer di Malaysia, Singapura dan Brunei Darussalam.
Dalam sampulnya, terdapat gambar seorang lelaki tua berkacamata dengan paras kurus memakai jas hitam dan peci sebagai latar buku tersebut. Lantas siapakah lelaki itu? Mengapa dia memegang sebuah tongkat?
Dialah As’ad Humam, Penemu Metode baca quran Iqro.
Dikutip dari situs muhammadiyah.or.id, As’ad Humam adalah pria asal Selokraman, Kotagede, Yogyakarta kelahiran tahun 1933. Nama ‘Humam’ merujuk kepada ayahnya, Humam Siradj yang merupakan pedagang sukses di pasar Bringharjo.
Baca Juga: Muhammadiyah Ingatkan, Jangan Cari Kambing Hitam soal Pandemi Covid-19 di Indonesia
Sebagai anak kedua dari tujuh bersaudara di lingkungan Muhammadiyah, As’ad Humam terbuka dalam belajar. Mitsuo Nakamura dalam The Crescent Arises over the Banyan Tree (2012) mencatat As’ad Humam menempuh pendidikan dasar di SD Muhammadiyah Kleco, SMP Negeri di Ngawi, dan pendidikan SMA di Mu’allimin Muhammadiyah Yogyakarta.
Menurut Mitsuo Nakamura, meskipun metode Iqra berasal dari pegiat Muhammadiyah, gerakan Iqra’ berdiri mandiri dan tidak terkait dengan Muhammadiyah.
Pendidikan As'ad terhenti di Mu’allimin kelas II. Pasalnya, kecelakaan yang dia alami saat memanjat pohon pada tahun 1963 mengakibatkan dirinya mengalami pengapuran tulang belakang dan harus dirawat setengah tahun.
“Dalam keseharian, salatnya pun harus dilakukan dengan duduk lurus, tanpa bisa melakukan posisi ruku ataupun sujud. Bahkan untuk menengok pun harus membalikkan seluruh tubuhnya,” tulis Heni Purwono dalam artikel bertajuk “K.H. As’ad Humam, Pahlawan Pemberantasan Buta Huruf Alquran”.
Kala itu, Kiai As’ad Humam yang ikut mengajarkan Qiroati untuk anak-anak di Kotagede menyimpulkan bahwa metode tradisional Baghdadi tidak efektif karena membutuhkan 2-3 tahun untuk penguasaannya.
Sementara itu, metode Qiroati dianggap As’ad memiliki celah yang bisa disempurnakan. Dia berusaha menemukan metode baru. Di bawah pohon jambu sebelah rumah, As’ad Humam terus mencari formula yang tepat.
Rupanya, metode Iqro buatan As'ad jauh memudahkan cara pembelajaran Alquran dasar menjadi lebih efektif dibandingkan dengan metode lama seperti Baghdadiyah yang harus mengeja antara huruf, bunyi, dan harakat.
Baca Juga: Pakar dari UNY Paparkan Contoh Muhammadiyah Seakan Hilang dalam Sejarah Nasional
Berbeda dengan metode tersebut, Iqro yang terdiri dari enam jilid tidak lagi dieja, melainkan menyajikan cara baca dengan sistem (suku) kata. Mula-mula dipilih kata-kata yang akrab dan mudah bagi anak-anak, seperti “ba-ta”, “ka-ta”, “ba-ja”, dan sebagainya.
Maka, anak-anak pun makin cepat dalam mengusai cara membaca Quran. Tahun 1988, metode Iqro mendapatkan pengakuan dari Menteri Agama sehingga didistribusikan secara nasional pada tahun 1992.
Sumber : Kompas TV/muhammadiyah.or.id
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.