Kompas TV nasional peristiwa

Duduk Perkara 3 Kakak Beradik Tidak Naik Kelas Berkali-kali, Diduga karena Agama yang Dianut

Kompas.tv - 23 November 2021, 09:37 WIB
duduk-perkara-3-kakak-beradik-tidak-naik-kelas-berkali-kali-diduga-karena-agama-yang-dianut
SDN 051 Tarakan Kalimantan Utara (Kaltara). Sekolah ini tengah menjadi sorotan karena dugaan intoleransi terhadap muridnya setelah diketahui ada tiga kakak beradik yang sekolah di sana tidak naik kelas berkali-kali diduga lantaran agama yang dianut. (Sumber: Kompas.com)
Penulis : Hedi Basri | Editor : Gading Persada

Sementara pada tinggal kelas tiga (2020/2021), pihak sekolah beralasan nilai agama ketiga anak tersebut rendah.

Meski ketiga siswa tersebut telah diberikan pelajaran agama (karena permohonan orang tua), namun mereka tetap diberikan nilai agama yang rendah sehingga tidak naik kelas.

Bahkan kata Retno, ketiga anak dipaksa menyanyikan lagu rohani, meskipun sang guru tahu bahwa itu tidak sesuai dengan akidah dan keyakinan agamanya. Karena tidak dapat melakukannya, ketiga anak diberi nilai rendah dan tidak naik kelas lagi.

Akibat pesoalan tersebut, Retno mengatakan, secara psikologis, M, Y, dan YT sudah sangat terpukul, mulai kehilangan semangat belajar, merasa malu dengan teman-teman sebaya karena sudah tertinggal kelas selama 3 tahun berturut-turur karena perlakuan diskriminatif yang mereka terima.  

“Ketiga anak sudah menyatakan dalam zoom meeting dengan KPAI dan Itjen KemendikbudRistek, bahwa mereka tidak mau melanjutkan sekolah jika mereka tidak naik kelas lagi untuk keempat kalinya,” jelas Retno.

Penjelasan Kepala Sekolah

Kepala Sekolah SDN 051 Tarakan, Kalimantan Utara, FX Hasto Budi Santoso membantah tudingan terkait intoleransi yang terjadi di sekolahnya.

"Saya tidak setuju dengan pernyataan bahwa terjadi intoleransi di sekolah," ujar Hasto dilansir dari Kompas.com, Selasa (23/11/2021).

"Tidak ada perlakuan diskriminatif atau intoleran. Setiap bertemu guru, ketiganya selalu menyapa, hubungan dengan para temannya baik, begitu juga dengan guru gurunya," lanjutnya. 

Hasto membenarkan ketiganya merupakan penganut Saksi Yehuwa. Namun demikian, pihak sekolah tidak pernah mempermasalahkan keyakinan yang dianut. 

Hanya saja, sekolah kesulitan untuk membina ketiga anak tersebut karena tidak pernah mau menghormat bendera saat upacara dan menolak menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya. 

Kata Hasto, pihak sekolah hanya sebatas memberikan pembinaan dengan obrolan dua arah dan tanya jawab, semuanya diterima ketiga anak tersebut dengan baik. 

"Tindakan mereka itu lebih pada ranah akidahnya. Saya tidak berani mengatakan tindakan yang didasari keyakinan itu memengaruhi nasionalisme mereka, jadi sebetulnya persoalan ini yang menjadi perhatian kami, bagaimana solusinya," katanya.

Terkait alasan ketiganya tidak naik kelas sejak 2018 sampai 2020, lanjut Hasto, karena nilai mata pelajaran. Tidak ada kaitannya dengan kepercayaan yang dianut. 

Ia menjabarkan, pada 2018, alasan tidak naik kelas adalah karena ketiganya menolak menghormat bendera dan tidak mau menyanyikan lagu kebangsaan. 

"Dari risalah yang saya baca, nilai PPKN mereka kurang baik, itu salah satu sebab mengapa tidak naik saat itu," jawabnya. 

Untuk tahun berikutnya baik 2019 atau 2020 juga sama. Ketiganya tidak memiliki nilai yang baik di mata pelajaran Bahasa Indonesia, Agama dan PPKN.

Baca Juga: Kasus Perusakan Masjid Ahmadiyah, Setop Kekerasan dan Intoleransi!

Atas dasar dugaan pelanggaran-pelanggaran tersebut, Retno menyebut Itjen KemendikbudRistek bersama KPAI akan melakukan pemantauan langsung ke Tarakan pada 22-26 November 2021.

Tim pemantau akan bertemu dengan sejumlah pihak, mulai dari orang tua pengadu dan anak-anaknya, pihak sekolah, Dinas Pendidikan Kota Tarakan, Inspektorat Kota Tarakan dan LPMP Kalimantan Utara. 

“Itjen KemendikbudRistek juga sudah mengajukan permohonan kepada Walikota Tarakan untuk difasilitasi rapat koordinasi sekaligus FGD dengan seluruh intansi terkait di Kantor Walikota, termasuk Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak untuk melakukan rehabilitasi psikologis terhadap ke-3 anak korban,” pungkas Retno.

Baca Juga: Kemendikbudristek: Ada Tiga Dosa Besar Pendidikan di Indonesia




Sumber : Kompas TV




BERITA LAINNYA



FOLLOW US




Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.


VIDEO TERPOPULER

Close Ads x