JAKARTA, KOMPAS.TV - Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus mengkritik sikap Ketua DPR Puan Maharani yang mengabaikan interupsi salah seorang anggota DPR dalam sidang paripurna membahas persetujuan calon Panglima TNI, Senin (8/11/2021) pagi.
Lucius menyebut bahwa sikap Puan justru merugikan karena publik dapat menilai sikap tersebut sebagai otoriter.
"Ini memberikan pertunjukan langsung yang merugikan Puan sendiri. Dengan sikap cueknya, Puan dapat dianggap sulit mendengarkan orang lain dan otoriter," kata Lucius Karus yang dihubungi Kompas.TV, Senin (8/11/2021).
Baca Juga: Puan Tak Gubris Interupsi Saat Rapat Paripurna, PKS Meradang Ingatkan Aturan DPR
Menurut Lucius, aturan tata tertib DPR mengizinkan anggota dewan untuk menyampaikan interupsi pada saat rapat paripurna.
Oleh jarena itu, sebenarnya tidak ada salahnya ketika anggota DPR dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Fahmi Alaydroes melakukan interupsi dalam sidang paripurna DPR tersebut.
Meski ternyata apa yang ingin disampaikan Fahmi, tidak terkait dengan agenda paripurna yang membahas pencalonan Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa, namun Lucius menyatakan, interupsi tersebut harus didengar terlebih dahulu.
Sebab, anggota DPR mempunyai hak untuk bersuara di dalam sidang.
"Meski tidak berhubungan dengan agenda sidang, tetapi dia harus didengarkan dulu," paparnya.
Baca Juga: Interupsi Dicuekin Puan, Legislator PKS Sindir: Bagaimana Mau Jadi Capres Kalau Begini
Lagipula, lanjutnya, pada saat sidang tersebut keadaanya masih kondusif serta tidak ada hujan interupsi.
Sehingga seharusnya, menurut Lucius, Puan Maharani dapat mendengarkan suara interupsi Fahmi dengan jelas.
"Apa salahnya Ketua DPR memberikan sedikit ruang. Itu yang tidak masuk akal," tutur Lucius.
Sikap mengabakan interupsi, sambung Lucius, menunjukan bahwa Puan Maharani menganggap jabatan Ketua DPR, bukan sekadar memimpin sidang atau juru bicara lembaga, tetapi sebagai kekuasaan.
Baca Juga: Puan Acuhkan Interupsi Anggota DPR, PDIP: Pimpinan Rapat Berhak Menerima atau Tidak
"Dia merasa ini, jabatan yang hirarkis sehingga punya kemampuan untuk melakukan apa saja," jelas Lucius.
Adapun sebelumnya, Ketua Fraksi PDIP DPR RI Utut Adianto membela Puan Maharani yang saat memimpin Rapat Paripurna DPR RI mengacuhkan permintaan interupsi dari salah satu anggota legislatif.
Menurut dia, Puan sebagai pimpinan rapat saat itu berhak menerima atau menolak permintaan interupsi dari peserta sidang.
"Yang mimpin sidang itu berhak, interupsi diterima atau tidak," ujarnya di Jakarta, Senin (8/11/2021).
Ia menjelaskan, kesepakatan awal dari seluruh peserta sidang bahwa agenda tersebut tidak ada penyampaian interupsi.
"Tadi kan di awal udah dibilang, agendanya tunggal, yaitu masalah laporan Komisi I mengenai panglima TNI, kan sudah. Kan interupsi bisa di tempat lain, supaya kesakralannya bisa terjaga," katanya.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.