Sementara itu, dari China adalah China Railway International Company Limited, China Railway Group Limited, Sinohydro Corporation Limited, CRRC Corporation Limited, dan China Railway Signal and Communication Corp.
Dari Indonesia membentuk badan usaha PT Pilar Sinergi BUMN dan dari China membentuk China Railway. Lalu keduanya membentuk KCIC.
“Jadi jika terjadi pembengkakan biaya maka diserahkan kepada perusahaan-perusahaan tersebut. Dan jika ada perusahaan yang tak mampu menyetorkan biaya tambahan maka sahamnya terdelusi dengan sendirinya. Ini proses bisnis yang biasa saja," katanya.
Baca Juga: Bukan Cuma Indonesia, Ini Daftar Proyek Kereta Cepat Negara Lain yang Biayanya Bengkak
"Ini namanya business to business. Jangan memaksakan diri dengan meminta dana dari APBN,” lanjut Rachmat Gobel.
Proyek kereta cepat Jakarta - Bandung banyak dikritik dan menuai polemik setelah nilai investasinya bengkak dari estimasi sebelumnya sebesar Rp 86,5 triliun menjadi Rp 114 triliun.
Pemerintah rencananya akan menggunakan dana APBD untuk menutup kekurangan dana sehingga proyek tidak mangkrak.
Padahal, pada awalnya, pemerintah tegas berjanji tidak akan menggunakan duit APBN untuk proyek tersebut.
Estimasi biaya pembangunan Kereta Cepat Jakarta Bandung saat ini juga sudah jauh melampaui proposal penawaran biaya investasi kereta cepat dari Jepang melalui JICA.
Baca Juga: Pemerintah Bantah Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung Butuh Utang Tersembunyi dari China
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.